Unsur Intrinsik dan ekstrinsik

Pengertian Karya Sastra

Khumairoh (2014:1) menyatakan bahwa “dilihat dari asal-usul katanya, sastra berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sastra. Kata su bermakna indah, baik, sedangkan sastra bermakna tulisan”. Dengan demikian, kesusastraan dapat bermakna tulisan yang indah. Selanjutnya Damono (dalam Fitrah, 2010:76) menguraikan seperti berikut:

Sastra adalah lembaga sosial, yang menggunakan bahasa sebagai medium:bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri bersumber adalah suatu kenyataan sosial. Kehidupan mencakup hubungan antara masyarakat dengan orang-orang, antara manusia dan antaraperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

Selanjutnya Teeuw (dalam Atmazaki, 1990:16-17) menyatakan bahwa:

Sebagai bahan banding, kata sastra dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa sanskerta; akar kata sas, dalam kata kerja turunan berarti ‘mengarahkan’ mengerja memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran tra biasanya menunjuk alat, sarana maka dari itu sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajar buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran’ misalnya silpasastra, buku arsitektur: kemasastra, buku petunjuk mengenai seni cinta. Awalan su berarti ‘baik, indah sehingga susastra dapat dibandingkan dengan belles-letter.

Karya sastra diciptakan pengarang untuk menyampaikan gagasan, pandangan hidup, tanggapan hidup, tanggapan atas hidup, dan kehidupan manusia serta alam sekitarnya. Sastra tidak hanya diciptakan untuk tujuan estetik atau seni, atau hanya berkepentingan untuk dirinya sendiri, tetapi nilai seninya bergabung dengan ekonomi, moral, politik, agama, sejarah dan lain-lain. Jadi sastra bukan hanya terpusat pada satu karyanya saja, tetapi menyangkut pada kehidupan manusia, dengan cara bersama-sama mengungkapkan berbagai fenomena dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Dari pendapat dan uraian karya sastra yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya kepada subjek kolektifnya. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri bersumber adalah suatu kenyataan sosial. Kehidupan mencakup hubungan antara masyarakat dengan orang-orang, antara manusia dan antaraperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

Pengertian Novel

Novel adalah salah satu bentuk karya seni sastra. Kehadiran sebuah novel merupakan pernyataan seseorang penyair. Pernyataan itu berisi pengalaman batinnya sebagai hasil proses kreatif terhadap objek seni. Objek seni ini berupa masalah-masalah kehidupan alam sekitar atau segala kerahasiaan (misteri) dibalik alam realitas. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, novel adalah suatu karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel mempunyai ciri bergantung pada tokoh, menyajikan lebih dari satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih dari satu emosi (Tarigan, 1984:164). Selanjutnya Menurut Khumairoh (2014:87-88) “kata novel berasal dari bahasa Italia, novella, yang berarti sebuah kisah atau sepotong berita”.

Selanjutnya Nurapni (2010:50) menyatakan “novel merupakan karya fiksi yang panjangnya lebih dari cerpen, setidaknya 40.000 kata. Isinya pun lebih komplek dari pada cerpen”. Pada umumnya novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.

Sejalan dengan pendapat tersebut Nurgiyantoro (1994:31) menyatakan “novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik dan mengungkapkan sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung dan dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, penyajian sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks”.

Novel sebagai salah satu jenis karya sastra merupakan pernyataan sastra yang paling inti. Oleh karena itu, novel dari dahulu hingga sekarang puisi selalu diciptakan orang dan selalu dibaca, dileklamasikan untuk lebih merasakan kenikmatan seninya dan nilai kejiwaannya yang tinggi. Dari dahulu hingga sekarang, novel digemari oleh semua lapisan masyarakat. Karena kemajuan masyarakat dari waktu kewaktu selalu meningkat, maka sifat dan bentuk novel pun selalu berubah, mengikuti perkembangan zaman.

Dari pendapat dan uraian novel yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa novel adalah suatu karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku dan berisi pengalaman batinnya sebagai hasil proses kreatif terhadap objek seni. Objek seni ini berupa masalah-masalah kehidupan alam sekitar atau segala kerahasiaan (misteri) dibalik alam realitas.

Pengertian Nilai

Menurut Bagus (dalam Fitrah 2013:151),“Nilai dapat diartikan sebagai kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan”. Selanjutnya Hasjir, dkk (dalam Fitrah 2013:151) menyatakan,“Nilai adalah hal-hal yang dianggap penting dan berharga maupun yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam masyarakat”.

Lebih lanjut Sastrapradja (dalam Fitrah 2013:151) menyatakan juga, “ Nilai adalah sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai “. Nilai pada dasarnya merupakan sesuata yang berharga dan bermanfaat bagi manusia, hal ini sejalan dengan pendapat Zakiah (dalam Fitrah 2013:151) yang menyatakan bahwa:

Nilai adalah suatu sikap perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberi corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan ataupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini yang diserap dari keadaan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah Swt. Yang pada gilirannya merupakan sentimen ( perasaan umum), kejadian umum, identitas umum yang oleh karena nya menjadi syariat umum.

Mulyana (2004:5) mendefinisikan tentang nilai itu adalah “rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan”. Selanjutnya soejono soemargono (2004:323) mengatakan bahwa hakikat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: pertama, nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua, nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari antalogi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.

Dari pendapat dan uraian nilai yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai adalah suatu sikap perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberi corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan ataupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini yang diserap dari keadaan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah Swt.

Jenis-jenis Nilai Karya Sastra

Karya sastra dan tata nilai kehidupan sebagai fenomena sosial saling berkaitan. Dalam mencipta sastra, sastrawan memanfaatkan nilai kehidupan yang ada di dunianya. Pada gilirannya, hasil cipta sastra itu akan menyampaikan nilai-nilai yang termuat pada masyarakat penikmat, sehingga sastra tersebut bisa mempengaruhi pola pikir pembaca sastra. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa di dalam sastra terdapat nilai kehidupan (Wellek dan Warren, 1989:33). selanjutnya Khumairoh (2014:132) menyatakan bahwa :

Unsur yang berada di dalam karya sastra juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang terkandung. Nilai-nilai karya sastra ini akan membuat proses pembacaan karya sastra menjadi lebih bermakna. Nilai-nilai tersebut antara lain yaitu
  1. Nilai sosial berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan interaksi sosial (bermusyawarah, bergotong royong, saling menolong, dan bersilaturahim),
  2. Nilai budaya yang dibatasi oleh suku bangsa atau karakteristik pada suatu masyarakat,
  3. Nilai moral berkaitan dengan budu pekerti dan kesusilaan,
  4. Nilai agama berkaitan dengan keagamaan, aturan-aturan, dan hukum Allah,
  5. Nilai sejarah berkaitan dengan peristiwa bersejarah
  6. Nilai politik berkaitan dengan isu-isu politik, perkembangan politik, dan situasi perpolitikan yang sedang terjadi,
  7. Nilai pendidikan berkaitan dengan pendidikan masyarakat.

Sebagai kompleksitas nilai kebudayaan memuat bermacam-macam jenis nilai. Kebudayan sebagai kompleksitas nilai disebut kebudayaan subjektif. Kebudayaan subjektif yaitu kebudayaan aspiratif dan fondamental yang ada pada diri manusia yang berupa nilai batiniah, misalnya: Kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Selanjutnya nilai-nilai itu tampak dalam wujud: kesehatan jasmani, kehalusan perasaan, kecerdasan budi, dan kecakapan menkomunikasikan hasil pemakaian budi dan kekayaan rohani yang membuat manusia menjadi bijak.kongkretisasi dari kekayaan itu berupa keterampilan, kecekatan, keadilan, kedermawanan, kemampuan menghalau nurani manusia, dan fungsi-fungsi lainnya. Kebudayaan batin ini juga berupa kesempurnaan batin. Kebudayaan subjektif juga berupa idealisme, nilai dan emosi yang cenderung transenden (Bakker, 1984:24).

Nilai – Nilai Kebudayaan

Sutardi (2007:10) menyatakan bahwa “kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar”. Soemardjan (dalam Sutardi, 2007:10) berpendapat bahwa “Kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia”. Selanjutnya Adeney (2000:19) menyatakan:

Kebudayaan adalh suatu sistem terpadu dari kepercayaan-kepercayaan (mengenai Allah atau kenyataan atau makna hakiki), dari nilai-nilai (mengenai apa yang benar, baik, indah, dan normatif), dari adat istiadat, (bagaimana berprilaku, berhubungan dengan orang lain, berbicara, berpakaian, bekerja, bermain, berdagang, bertani, makan, dan sebagainya), dan dari lembaga-lembaga yang mengungkapkan kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai dan adat istiadat ini (pemerintah, hukum, pengadilan, kuil dan gereja, keluarga, sekolah, rumah sakit, pabrik, toko, serikat, klub, dan sebagainya) yang mengikat suatu masyarakat bersama-sama dan memberikan kepadanya suatu rasa memiliki jati diri, martabat, keamanan dan kesinambungan.

Selanjutnya menurut Fitrah (2013:257) “Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam suatu karya sastra berupa sastra lisan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat”. Nilai budaya dalam hal ini adalah nilai budaya yang lahir dari hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan alam.Berikut ini akan dijelaskan tentang kelima nilai-nilai budaya tersebut.

Berikut ini akan dijelaskan tentang kelima nilai-nilai budaya menurut Djamaris (1993:4-7) sebagai berikut.

1. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Tuhan

Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan bagi orang yang beriman, ia sangat percaya bahwa Tuhan adalah zat yang Maha Tinggi, Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Karena kekuasaan dan sifat Tuhan itulah, Maka Tuhan adalah tempat mengadu, tempat memohon segala sesuatu yang diiinginkan.

Perwujudan manusia dengan Tuhan, sebagai yang suci, dan yang berkuasa, adalah hubungan yang paling mendasar dalam hakikat keberadaan manusia di dunia ini. Cinta manusia kepada Tuhan adalah suatu yang mutlak, yang tidak dapat ditawar lagi. Nilai yang menonjol dalam hubungan manusia dengan tuhan adalah nilai (1) ketakwaan, (2) suka berdo’a, (3) berserah diri kepada kekuasaan Tuhan.

2. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Manusia Lain

Hubungan pergaulan antara sesama manusia sering juga menimbulkan berbagai permasalahan, seperti ketidaksamaan akan sesuatu. Akan tetapi, sebagai makhluk sosial manusia itu sangat membutuhkan kehadiran manusiaa lain. Oleh karena itu sangat membutuhkan kehadiran manusia lain. Oleh karena itu, untuk menghindari permasalahan yang negaatif, manusia dituntut untuklebih mengutamakan keharmonisan, kerukunan dan ketentraman. Dalam tataran ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara manusia dengan manusia lain lebih mengutamakan keselarasan hidup yang bersifat positif. Namun hal-hal yang bersifat negatifpun sudah pasti muncul dan dialami oleh manusia. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain adalah (1) cinta kasih, (2) harapan, (3) tolong-menolong, (4) pengorbanan, dan (5) ikhlas.

3. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Masyarakat

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang diantara para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian dan akhirnya saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan oleh anggota para masyarakat dalam satu golongan, karena manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia menurut Aristoteles merupakan zoon politikon yaitu makhluk sosial. Sebagai manusia mereka hanya menyukai hidup bergolongan atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama menyendiri.

Selanjutnya, menyatakan bahwa “Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilai yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Bukan nilai yang dianggap penting dalam suatu anggota sebagai individu dan sebagai pribadi”. Individu atau perorangan berusaha mematuhi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat karena ia berusaha untukmengelompokkan diri dengan anggota masyarakat yang ada dan sangat mementingkan kepentingan bersama bukan kepentingan diri sendiri, nilai budaya yang ada dalam hubungan mausia dengan masyarakat adalah nilai (1) tanggung jawab, (b) keadilan, (3) pengorbanan dan (4) musyawarah.

4. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri

Manusia adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan kebutuhan orang lain dalam hidupnya. Disamping itu manusia juga makhluk individu yang memiliki keinginan pribadi untuk meraih kepuasaan dan ketengan hidup, baik lahiriah maupun batiniah. Adapun keinginan yang diraih manusia itu antara lain adalah keberasilan, kemuliaan, kebahagiaan, ketentraman, kemerdekaan, kedamaian, keselamatan, dan kesempurnaan yang sangat ditentukan oleh kearifan manusia menjaga keselarasan hubungan antar sesama manusia dalam hubungan manusia dengan yang maha kuasa.

Keinginan manusia itu hanya dapat diraih jika manusia memiliki hasrat dan cita-cita serta diikuti usaha untuk meraihnya. Keinginan itu hendaknya diikuti oleh sifat-sifat pribadi seperti cerdas, berani, jujur, waspada, rendah diri, teguh pendirian, serta senantiasa memahami dan memperhatikan orang lain. Nilai-nilai budaya yang paling menonjol dalam hubungan manusia dengan diri-sendiri yaitu (1) tanggung jawab, (2) kerja keras, (3) kejujuran, (4) kesabaran, dan (5) menghargai harga diri.

5. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Alam

Alam merupakan kesatuan kehidupn manusia dimanapun ia berada. Lingkungan ini membentuk, mewarnai atau menjadi objek timbulnya ide-ide dan pola pikiran manusia. Oleh sebab itu, ada kebudayaan yang memandang alam itu sesuatu yang dahsyat, sehingga manusia pada hakikatnya hanya menyerah saja, tanpa berusaha melawannya, selanjutnya ada pula kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal yang menganggap bahwa manusia itu hanya bisa berusaha mencari keselarasan dengan alam. Dengan demikian nilai budaya yang menonjol dalam hubungan manusia dengan alam adalah nilai penyatuan dan pemanfaatan daya alam.

Manusia memanfaatkan alam (tanah, air, hutan, binatang dan lain-lain) sebagai salah satu sumber kehidupan. Hal itu dianggap suatu tindakan yang tidak merusak lingkungan hidup karena segala sesuatunya bila dilakukan secara serasi dan seimbang. Disamping itu pengenalan yang baik terhadap lingkungan akan menyebabkan seseorang mengetahui kemanfaatan lingkungan alam tersebut.

Nilai budaya keserasian hidup bersama itu sesungguhnya telah berabat-abat menjadi filosofi masyarakat, yaitu suatu cita-cita yang berupa tatanan sosial yang terorganisasi secara rapi dan dalam keseimbangan, Leech (dalam Fitrah 2013:257). Selanjutnya Fitrah (2013:258).

Suatu sistem niali-nilai budaya terdiri atas konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar masysarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu sistem niali budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia yang tingkatnya lebih kongkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu. Nilai budaya yang bisa mendorong pembangunan diantaranya, yaitu nilai budaya yang memuji sifat tahan penderitaan, kita wajib berusaha keras dalam hidup, toleren terhadap pendirian atau kepercayaan orang lain, dan gotong royong.

Dari pendapat dan uraian nilai kebudayaan yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai kebudayaanadalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar. Nilai budaya dalam hal ini adalah nilai budaya yang lahir dari hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan alam.

Unsur Intrinsik dan ekstrinsik

Unsur Intrinsik

Nurgiyantoro (2010:23) menyatakan bahwa “Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang berasal dari dalam karya sastra itu sendiri. Pada novel unsur intrinsik itu berupa, tema, plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat”. Selanjutnya Khumairoh (2014:133-134) menyatakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur yang terdapat dalam karya sastra. Unsur-unsur intrinsik terdiri atas beberapa hal berikut.
  1. Tema. Pokok pikiran pengarang atau inti cerita karya sastra.
  2. Tokoh dan Penokohan. Tokoh yaitu Individu rekaan yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam suatu cerita. Penokohan yaitu penggambaran karakter atau sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku tokoh dalam cerita.
  3. Alur/plot. Jalan cerita atau urutan peristiwa sehingga menghasilkan suatu cerita yang utuh.
  4. Latar Cerita. Keterangan mengenai waktu, ruang/tempat, dan suasana yang terjadi dalam cerita. 
  5. Sudut Pandang Pengarang. Cara pengarang mengisahkan cerita atau posisi penulis dalam menggambarkan tokoh cerita.
  6. Amanat. Pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui isi cerita.
  7. Gaya Bahasa. Cara pengarang atau seseorang menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi perasaan dan buah pikirannya. Umumnya majas paling banyak digunakan dalam puisi.
Unsur Ekstrinsik

Nurgiyantoro (2010:23) menyatakan bahwa “unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun tidak menjadi bagian di dalam krya fiksi itu sendiri”. Selanjutnya menurut Khumairoh (2014:131-132) Unsur ekstrinsik adalah unsur karya sastra yang disebut juga unsur-unsur yang ada diluar karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik terdiri atas beberapa hal berikut :
  • Riwayat Pribadi Pengarang. Suatu karya sastra dapat dipengaruhi oleh latar belakang pengarangnya meskipun tidak terlalu dominan. Faktor-faktor pengarang yang melatarbelakangi karya sastra yang dibuatnya, seperti latar belakang kehidupan (pendidikan dan suku bangsa), keyakinan agama, dan pandangan hidup pengarang. Akan tetapi, banyak pula karya sastra yang berawal dari pengalaman yang dialami oleh penulis kemudian ia modifikasi sedemikian rupa sesuai dengan keinginannya.
  • Semangat Zaman atau Masa Penulisan. Karya sastra yang dibuat oleh pengarang biasanya juga dipengaruhi oleh waktu atau periode ketika pengarang menulis karyanya. Dengan demikian, karya sastra pada suatu zaman akan mempunyai ciri khas yang sama atau bertema sama. Misalnya, tema karya sastra pada masa Balai Pustaka adalah kawin paksa atau adat istiadat. Lain halnya dengan tema pada masa pujangga Baru yang bertema persatuan,. Begitu juga dengan periodisasi sastra lainnya yang masing-masing memiliki tema yang berlainan.
  • Nilai-nilai Karya Sastra. Unsur yang berada di dalam karya sastra juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang terkandung. Nilai-nilai karya sastra ini akan membuat proses pembacaan karya sastra menjadi lebih bermakna. Nilai-nilai tersebut antara lain yaitu
    1. Nilai sosial berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan interaksi sosial (bermusyawarah, bergotong royong, saling menolong, dan bersilaturahim),
    2. Nilai budaya yang dibatasi oleh suku bangsa atau karakteristik pada suatu masyarakat, 
    3. Nilai moral berkaitan dengan budu pekerti dan kesusilaan,
    4. Nilai moral berkaitan dengan budu pekerti dan kesusilaan,
    5. Nilai agama berkaitan dengan keagamaan, aturan-aturan, dan hukum Allah,
    6. Nilai sejarah berkaitan dengan peristiwa bersejarah,
    7. Nilai politik berkaitan dengan isu-isu politik, perkembangan politik, dan situasi perpolitikan yang sedang terjadi,
    8. Nilai pendidikan berkaitan dengan pendidikan masyarakat.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon