MAKALAH TENTANG MEMPENGARUHI AKHLAK DAN CARA PEMBENTUKANNYA

MAKALAH

AKHLAK TASAWUF

Tentang
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKHLAK DAN CARA PEMBENTUKANNYA



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5
- FARADHILLA RAMADHANI
- VIVI IMAM SARI

Dosen Pengampu :
HEDI RUSMAN, M.A


JURUSAN TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KERINCI
2018 M / 1440 H


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Akhlak
B. Pembentukan Akhlak
C. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai umat manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang olehnya di abad 21 ini, mungkin banyak diantara kita yang masih berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baiknya manusia.

Namun, pada pernyataannya dilapangan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina. Dri pembinaan tersebut akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan rasul-Nya hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada sesama mahluk ciptaan Allah.

Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.

B. Rumusan Masalah
  1. Apa Definisi Akhlak?
  2. Bagaimana Cara Pembentukan Akhlak?
  3. Apa Saja Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak?
C. Tujuan
  1. Untuk Mengetahui Definisi Akhlak.
  2. Untuk Mengetahui Cara Pembentukan Akhlak.
  3. Untuk Mengetahui Apa Saja Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Akhlak.

BAB II
PEMBAHASAN

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Akhlak Dan Cara Pembentukannya

A. Definisi Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalaqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ yang berani yang diciptakan.
  1. Ibnu Athir menjelaskan bahwa: Hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).
  2. Imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut: Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
  3. Dr. M. Abdulah Dirroz , mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat). Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi. Ada istilah lain yang lazim dipergunakan di samping kata akhlak ialah apa yang disebut Etika. Perkataan itu berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika adalah merupakan bagian dari padanya. Ada orang yang berpendapat bahwa etika sama dengan akhlak. Persamaan itu memang ada, karena keduanya membahas tentang masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia.
Jadi, akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan, melaikan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapat disebutkan bahwa “akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan kita namakan muamalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya”.

B. Pembentukan Akhlak

Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini cendrung kepada perbaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung pada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin.

C. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari kejiwaan. Pada kondisi demikian kadang membuat perasaan seorang ahli penyelidik akhlak kurang puas. Karena sulitnya mencari kejujuran perilaku yang sebenarnya sesuai dengan kejiwaannya. Apabila ada perkataan “jangan dusta” engkau ulang terus, tetapi engkau lengahkan jiwanya sehingga timbul perbuatan dusta, tentu pekataanmu tidak membekas dihati.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yaitu:
  1. Aliran Nativisme. Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, dan akal. Jika seorang telah memiliki bawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih baik. Aliran ini begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya erat kaitannya denan pendapat aliran intuisisme dalam hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan
  2. Aliran Empirisme. Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap pembentukan diri seorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika penddidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan penjajahan.
  3. Aliran Konvergensi. Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan ke arah yang lebih baik yang dibina secara intensif melalui berbagai metode.
Aliran ini sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits di bawah ini.

لَكُمُ وَجَعَلَ شَيْئًا تَعْلَمُونَ لَا أُمَّهَاتِكُمْ بُطُونِ مِنْ أَخْرَجَكُمْوَال تَشْكُرُونَ لَعَلَّكُمْ وَالْأَفْئِدَةَ ۙوَالْأَبْصَارَ السَّمْعَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S An-nahl(16):78).

Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.

كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه او ينصّرانه او يمجّسانه (رواه البخاري)

“setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran). Maka kedua orang tuanya yang membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau majusi. (HR. Bukhori)” .

Dari ayat dan hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua. Itulah sebabnya orang tua, khususnya ibu mendapat gelar sebagai madrasah, yakni tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan di dalam hadis Nabi banyak dijumpai anjuran agar orang tua membina anaknya.

Selain itu ajaran islam juga sudah memberi petunjuk yang lengkap kepada kedua orang tua dalam pembinaan anak ini. Petunjuk tersebut minsalnya dimulai dengan cara mencari calon atau pasangan hidup yang beragama, banyak beribadah pada saat seorang ibu sedang mengandung anaknya, mengazani pada kuping kanan dan mengkomati pada kuping kiri, pada saat anak tersebut dilahirkan, memberikan makanan madu sebagai isyarat menerima kehadiranya, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Al-Qur’an, beribadah terutama shalat lima waktu pada saat anak mulai usia tujuh tahu, mengajarkan cara bekerja di rumah tangga, dan mengawinkannya pada saat dewasa. Hal ini member petunjuk tentang perlunya pendidikan keagamaan, sebelum anak pendapatkan pendidikan lainnya. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan, pendidikan hendaknya memerhatikan anak dari segi muraqabah Allah SWT, yakni dengan menjadikan anak merasa bahwa Allah selamanya mendengar bisikan dan pembicaraannya, melihat gerak-geriknya, mengetahui apa pun yang dirasakan dan dibisikkan, mengetahui penghianatan mata dan apa yang disembunyikan hati.

Jika pendidikan di atas tekanannya lebih pada bidang akhlak dan kepribadian Muslim, maka untuk pendidikan bidang intelektual dan keterampilan dilakukan di sekolah, bengkel-bengkel kerja, tempat-tempat kursus dan kegiatan lainnya yang dilakukkan masyarakat. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak di anak ada dua, yaitu :
  1. Faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa si anak dari sejak lahir.
  2. Faktor dari luar yaitu kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin di masyarakat.
Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut,maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan), dan psikomotorik (pengalaman) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
  1. Akhlak adalah tabiat atu sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang mealahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.
  2. Menurut cara pembentukannya, akhlak dibedakan menjadi dua cara yaitu:
    1. Insting yang dibawa manusia sejak lahir tanpa dibentuk atau usahakan (ghair muktasabah)
    2. Hasil usaha dari pendidikan, latihan pembinaan, perjuangan keras dan sungguh-sungguh (muktasabah)
  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yaitu: - Aliran Nativisme (Internal) - Aliran Imprisme (Eksternal) - Aliran Konvergensi (Internal dan ekstenal)
B. Saran

Akhlak merupakan suatu nilai baik-buruknya perilaku kita maka seharusnya kita menjunjung tinggi aklak-akhlak yang telah diajarkan oleh Nabi besar Muhammad SAW karena sekarang ini banyak orang-orang yang sudah menyimpang dari ajaran beliau.


DAFTAR PUSTAKA
  • Ahmad, Imam S, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: LEKDIS, 2005)
  • Moh. Amin, Drs. Pengantar Ilmu Akhlaq (Surabaya: EXPRESS, 1987)
  • Mustofa. A. Drs. H. Akhlak Tasawuf (Bandung CV. Pustaka Setia, 1999)
  • Nata. MA, Abuddin, Prof. Dr. H, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon