Landasan Syari’ah Mudharabah

Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.

Secara teknis, mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama usaha. Pihak yang satu merupakan pihak yang menyediakan dana untuk diinvestasikan ke dalam kerja sama kemitraan tersebut yang disebut shahibul maal, sedangkan pihak yang lain menyediakan pikiran, tenaga dan waktunya untuk mengelola usaha kerja sama tersebut yang disebut mudharib. Mereka bersepakat untuk membagi hasil usaha yang berupa keuntungan saja berdasarkan pembagian yang porsi pembagian keuntungan tersebut telah disepakati di awal perjanjian, sedangkan dalam hal terjadi kerugian dipikul seluruhnya oleh shahibul maal dan mudharib menanggung kehilangan pikiran, tenaga dan waktunya yang telah dicurahkan untuk mengelola usaha tersebut.

Landasan Syari’ah Mudharabah

Secara umum, landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini:
  1. Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Muzzammil: 20. Artinya: “...dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...” Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Jumu’ah: 10. Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 198. Artinya: “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu ...”
  2. Al-Hadits ﻋَﻥْﺻُﻬَﻴْﺐٍﺭَﺿِﻰَﺍﷲُﻋَﻨْﻪُ،أَﻥﱠﺍﻟﻨﱠﺒِﲕﱠﺻَﻠﱠﻰﺍﷲُﻋَﻠَﻴْﻪِﻭَﺳَﻠﱠﻢَﻗَﺎﻝَ:ﺛَﻼَﺙُﻓِﻴْﻬِﻦﱠﺍْﻟﺒَﺮَﻛَﺔُ،اْﻟﺒَﻴْﻊُﺇِﻟَﻰﺃَﺟَﻞٍوَاْﻟﻤُﻗَﺎﺭَﺿَﺔُﻭَﺧَﻠْﻄُﺍْﻟﺒُﺮﱢﺑِﺎﻟﺸﱠﻌِﻴْﺮِﻟِﻠْﺒَﻴْﺖِﻻَﻟِﻠْﺒَﻴْﻊِ(ﺭَﻭَﺍﻩُاﺑْﻦُﻣَﺎﺟَﻪْ) Artinya: Shuhaib RA mendengar Rasulullah SAW bersabda, “ada tiga macam yang dapat berkah Allah SWT, yaitu:
    1. jual beli dengan masa temponya,
    2. memodali orang, dan
    3. mencampurkan gandum kasar dan gandum halus di rumah, tetapi bukan untuk jualan.” (HR Ibnu Majah)
Jenis-Jenis Mudharabah

Adapun jenis-jenis mudharabah dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Mudharabah Muthlaqah. Mudharabah muthlaqah merupakan akad perjanjian antara dua pihak yaitu shahibul maal dan mudharib, yang mana shahibul maal menyerahkan sepenuhnya atas dana yang diinvestasikan kepada mudharib untuk mengelola usaha sesuai dengan prinsip syariah. Shahibul maal tidak memberikan batasan jenis usaha, waktu yang diperlukan, strategi pemasarannya, serta wilayah bisnis yang dilakukan. Shahibul maal memberikan kewenangan yang sangat besar kepada mudharib untuk menjalankan aktivitas usahanya, asalkan sesuai dengan prinsip syari’ah Islam. Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana shahibul maal memberikan kebebasan kepada pengelola dana (mudharib) dalam pengelolaan investasinya. Bank syari’ah tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya apabila terjadi kerugian atas pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai mudharib. Namun sebaliknya, dalam hal bank syari’ah (mudharib) melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengelolaan dana investor (shahibul maal), maka bank syari’ah wajib mengganti semua dana investasi mudharabah muthlaqah. Jenis investasi mudharabah muthlaqah dalam aplikasi perbankan syari’ah dapat ditawarkan dalam produk tabungan dan deposito.
  2. Mudharabah Muqayyadah. Mudharabah muqayyadah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak yang mana pihak pertama sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib). Shahibul maal menginvestasikan dananya kepada mudharib dan memberi batasan atas penggunaan dana yang diinvestasikannya. Batasannya antara lain tentang tempat dan cara berinvestasi, jenis investasi, objek investasi dan jangka waktu.
Rukun dan Syarat Mudharabah

Rukun dari akad mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
  1. Pelaku akad, yaitu shahibul maal adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis dan mudharib adalah pihak yang pandai berbisnis tetapi tidak memiliki modal 
  2. Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah) dan keuntungan (ribh)
  3. Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Adapun syarat sah dari akad mudharabah, yaitu:
  1. Syarat aqidani (dua orang yang melakukan akad). Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengelola adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi wakil.
  2. Syarat modal
    1. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
    2. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
    3. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
  3. Syarat keuntungan
    1. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
    2. Kesepakatan rasio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
    3. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahibul maal.
Pembatalan Mudharabah

Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut:
  1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
  2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.
  3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.
Manfaat dan Risiko Mudharabah

Adapun manfaat yang terdapat dalam mudharabah, antara lain:
  1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 
  2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
  3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
  4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
  5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Adapun risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, antara lain:
  1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
  2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
  3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Aplikasi dalam Perbankan

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada:
  1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa dan sebagainya.
  2. Deposito spesial (special investment), di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
  1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
  2. Investasi khusus disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
SUMBER :
  • Veithzal Rivai dan Adria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)
  • Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014)
  • Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001)
  • Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMI & Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996)
  • Djoko Muljono, Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2015) 
  • Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon