MAKALAH ADAT BUDAYA KERINCI

MAKALAH

ADAT BUDAYA KERINCI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Adat Budaya Kerinci




Disusun Oleh: Kelompok 2

- Atin Anggela Sari
- Sri Jesika
- Rangga Septa Pendra
- Muhammad Dahlil

Dosen Pengampu Mata Kuliah:
SIARMAN,MA



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAIN KERINCI
TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas Adat Budaya Kerinci

Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan, sebagai teman belajar, dan sebagai referensi tambahan dalam belajar Materi Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua yang telah membantu dalam mempersiayapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan makalah ini. Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan Makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Adat kerinci, Amin.

Sungai Penuh,01 Januari 2019
Penyusun
Kelompok 2


DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ABS, SBK
B. Penerapan ABS, SBK di Masyarakat kerinci
1. Hukum Perkawinan Adat Kerinci
a. Sistem Perkawinan
b. Adat Mencari Jodoh
c. Upacara Perkawinan/Akad
2. Hukum Kewarisan Adat Kerinci
a. Sistem Kewarisan
b. Harta Warisan
c. Ahli Waris

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebelum datangnya agama islam ke daerah sakti alam kerinci hukum yang menjadi pedoman dan pegangan hidup masyarakat adalah hukum adat . hukum adat lahir karena dibutuhkan masyarakat. Kebutuhan masyarakat itu bermacam-macam, diantaranya adalh kebutuhan akan kehidupan yang nyaman, aman, teratur, dan tentram.
Hukum adat yang akan mengatur kehidupan masyarakat itu harus meliputi semua bidang kahidupan, seperti bidang perkawinan, kewarisan, pertahanan dan pertanian sebagai sumber dan tempat usaha mencari nafkah hidup, dan undang-undang demi terjaminnya ketertiban, keamanan, ketentraman dan keselamatan dalam masyarakat. Dari itu,uraian, bahasan, kajian selanjutnya akan difokuskan kepada bidang-bidang tersebut, dan ternyata memang hukum adat sakti Alam kerinci telah mengaturnya.
Secara berurutan pemakalah akan menguraikan tiap bidang disertai pokok-pokok permasalahannya. Dalam bidang hukum perkawinan, dan akad nikah, harta perkawinan, perceraian, akibat dan penyelesaiannya. Dalam bidang kewarisan akan diuraikan tentang sistem kewarisan, harta warisan, sebab mewarisi dan penghalang kewarisan,ahli waris, sistem dan prosedur , pembagian warisan serta penyelesaian sengketa warisan.

B. Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian ABS, SBK?
  2. Bagaimana pemakaian adat bersendi syarak dalam masyarakat kerinci?
C. Tujuan
  1. Untuk lebih memahami adat kerinci lebih mendalam.
  2. Untuk memahami adat bersendi syarak dan syarak bersendi kitabullah di dalam masyarakat kerinci.
  3. Untuk menambah wawasan tentang tentang adat kerinci.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah

Falsafah “Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah (ABS-SBK)” di Alam Melayu Jambi mengandung etika hukum yang rasional, bersendi alur dan patut serta patut yang dibimbing kebenaran yang mutlak dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Adat bersandi syarak, mengandung nilai budaya yang egaliter, yakni prinsip menghargai orang lain dan lingkungannya, serta membangkitkan daya juang yang kompetitif. Ajaran Islam yang menyebutkan setiap manusia sama kedudukan di sisi-Nya, dipakai dalam kehidupan alam demokrasi, duduk samo rendah, tegak samo tinggi. Ajaran ini mengajarkan bahwa setiap manusia adalah substansi fungsional menurut kodratnya masing-masing. Setiap orang mempunyai hak-hak yang sesuai dengan harkat sebagai manusia.
Melalui ajaran ABS-SBK tumbuh kondisi kehidupan adat yang dinamis dan kreatif, sehingga dapat menangkap isyarat yang terkandung dari ajaran Islam yang universal itu. Adat Alam Melayu Jambi adalah adat Islami. Empat macam sumber dan dalil. syariat Islam, yaitu al-Quran (Kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad s.a.w), Sunnah (ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad s.a.w. selaku utusan Allah kepada Ummat), ljmak (kesepakatan para mujtahid) dan Qiyas menyamakan sesuatu hukum yang tidak disebut oleh al Quran dan Sunnah). Hukum dan norma Islam terujud berdasarkan keempat sumber dalil itu. Pada dasarnya, hukum dan norma Islam yang bersifat universal diterima oleh setiap lapisan masyarakat, dan disesuaikan pula dengan perkembangan zaman. ABS-SBK berdirinyo dengan Sendi Hukum Adat atas 4 (empat):
  1. Bainah
  2. Karinah
  3. Alam
  4. Ijtihat
Arti hukum: Hukum itu ialah menentukan dan menetapkan sesuatu atas tempatnya dan tidak diragukan kebenarannya.

Badal hukum adat terbagi 3 (tigo):
  1. Timbangan akal budi yakni jerih payah
  2. Timbangan emas pirak
  3. Timbangan nyawo badan.
Yang ditimbang dengan akal budi terbagi tigo:
  1. Sesat surut langkah kembali, salah pada Tuhan taubat, salah pado manusio maaf.
  2. Mengembang lapek mengisikan air.
  3. Numpang menyesit lupo menurut kalau hilang mengganti luko mendamak sumbing menitip
B. Penerapan Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah di Masyarakat Kerinci.

Hukum perkawinan adat kerinci

Tuhan menciptkan makhluk berpasang pasangan.dengan adanya pasangan masing masing makhluk dapat berkembang biak.manusia sbagai makhluk ciptaan tuhan yang di lengkapi dengan akal dan pikitran senantiasa memikirkan serta merenungkan apa yang terjadi pada diri nya apa saja yang menjadi hajat hidupnya,dan apa pula yang tidak patut bagi nya. Di situ dia menemukan bahwa dirinya mempunyai naluri, suatu dorongan dalam dirinya, baik terhadap drinya sendiri maupun terhadap sesuatu yang ada di luar atau disekitar nya Setelah datang agama, khususnya agama islam,dan seruanya sampai kepada umat, maka secara berangsur-angsur cara-cara dan sistem adat kebiasaan itu di pengaruhi oleh agama yang pada gilirannya menggantikan atau menyempurnakan adat. Penggantian adat oleh agama itu memulai bermacam cara dan bentuk pula. Sejak di undangkannya UU NO.1 TAHUN 1974 tentang perkawinan dan PP NO. 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksanya,maka hal-hal yang tidak di atur dalam udang-undang dan peraturan dalam pelaksanaan nya itu berlakulah hukum adat. Adat disini sudah tentu adat yang tidak bertentangan dengan udang- undang, apalagi dengan agama.

Sistem Perkawinan

Di kalangan anggota masyarakat kerinci ada orang atau kelompok yang memandang perkawinan didalam lingkungan kerabat sendiri itu lebih di utamakan, tetapi tidak berati perkawinan ke luar lingkungan kerabat tidak boleh dilakukan, apalagi kalau di lingkungan kaum kerabat tidak ada yang sejodoh. Dengan demikian jelas bahwa sistem perkawinan di kerinci adalah elautherogami. Kawin antar warga berlain desa atau daerah juga tidak dilarang,bahkan dengan orang asinpun tidak di larang asalkan sama-sama beragama islam. Mengenai tempat tinggal setelah perkawinan dilangsungkan, sang suami ikut ke rumah pihak istri (matrilokal) sampai mereka memiliki rumah sendiri. Sungguh pun demikian bukanlah suatu aib jika si istri ikut tinggal di rumah suami yang disebut semendo surut.

Dalam pergaulan sehari-hari kerabat lihat istrinya memandang orang semendo sebagai anggota keluarga sendiri dengan kedudukan sebagai anak betino tanpa keluar dari suku kerabatnya dimana dia sebagai anak jantan. Dalam semendo surut sang istri dipandang sebagai anak betino.berbagai alasan mengapa terjadi semendo surut itu. Ada alasan karena keluarga suami tadak mempunyai anak perempuan, istri berasal dari keluarga yang menganut sistem petrilineal, atau mereka kawin di rantau lalu isteri di bawa pulang ke rumah suami. Caranya tentu harus menuruti sepanjang adat, yaitu disebut dengan kenduri “memotong kambing seekor beras dua puluh” (menyembelih seekor kambing, menanak beras 20 gantang).

Adat mencari jodoh

Masyarakat kerinci mengenal adat kebiasaan dikalangan muda-mudi yang disebut bamudo, artinya bermain muda/berpacaran. Caranya bisa dengan berkirim surat atau bertandang ke rumah si gadis, atau jalan-jalan ke tempat rekreasi,atau menonton di keramaian dan sebagainya. Dahulu, sebelum orang mengenal tulis baca, orang menyatakan perasaan hatinya/cinta melalui bahasa lambang dalam bentuk bunga(kambing) dan sebagainya.

Masa bumudo ini kadang-kala berjalan lama, sampai tahunan, tetapi ada juga yang hanya mingguan/bulanan, bahkan tanpa bumudo sama sekali. Hal itu tergantung pada situasi dan kondisi. Kesempatan selama bumudo itu di manfaatkan untuk saling kenal mengenal lebih dekat sebelum mereka mengambil keputusan untuk membangun rumah tangga bersama.

Apabila proses bamudo berjalan lancar, mulus, dan sudah mulai ada tanda-tanda kecocokan, maka langkah selanjutnya adalah batuek(melamar). Yang datang melamar adalah pihak prianya biasanya melalui orang ke tiga selaku utusan. Utusan itu bisa langsung dari keluarga sendiri ataupun orang lain yang dipercayai. Bila lamaran itu diterima, maka akan dilanjutkan langkah berikutnya, yaitu menyerahkan cibai(tanda jadi) berupa pakaian atau benda lain seperti perhiasan emas dan sebagainya.

Pada acara peletakan cibai itu biasanya langsung ditetapkan waktu atau harinya. Apabila hari Ha-nya. Apabila hari yang ditentukan itu masih cukup lama, maka dibuatlah semacam ikatan yang disebut batunang(bertunangan) dengan mengadakan acara kenduri sekaligus sebagai pengumuman kepada warga masyarakat, bahwa mereka terkait satu sama lain, harap jangan di ganggu.

Sebagai suatu ikatan perjanjian, maka sudah barang tentu ada sanksinya, bila mana dilanggar. Demikian pula janji-kawin yang dibuhul dengan suatu”tanda” berupa cibai itu. Kalau ingkar janji itu datang dari pihak si bujang, maka ia akan kehilangan cibai, dan barang itu jatuh mrnjadi milik si gadis. Dan kalau yang ingkar janji itu pihak si gadis, maka ia harus mengadakan upacara dengan mengundang para ninik mamak alim ulama serta orang adat, sekaligus memberitahukan, bahwa ikatan perjanjian atau pertunangan telah putus, dan masing-masing pihak telah kembali bebas seperti sedia kala. Untuk selanjutnya, bila pemutusan itu dilakukan secara baik-baik, maka kedua belah pihak lalu mengadakan suatu ikatan kekeluargaan sebagai adik kakak.

Adapun apabila pemutusan ikatan janji itu atas persetujuan kedua belah pihak, maka sanksi seperti tersebut di atas tidak berlaku. Dalam hal ini berlaku undang-undang adat yang mengatakan :’’Alab sko dek janji,alab janji dek mufakat’’

Upacara Perkawinan /Akad Nikah

Sejak tercapainya kata sepakat untuk menglangsungkan pernikahan dan hari H-nya pun sudah ditetapkan,maka masing-masing pihak mulai mengadakan persiapan agar bila tiba saatnya yang di tunggu-tunggu semuanya sudah siap dan upacara pernikahan dapat dilaksanakan dengan tertib dan lancar. Soal waktu dan tempat ijab disesuaikan dengan stuasi dan kondisi , apakah siang atau malam, di rumah atau di masjid atau di balai nikah masing-masing desa mempunyai ketentuan atau tradisi sendiri.dan bila dilaksanakan di rumah,biasanya dirumah pihak si wanita, dan tentu nya setelah segala urusan administrasi dilaksanakan. Secara umum terdapat dua macam pola upacrara pernikahan:pertama upacara adat terpisah dengan upacara pemisahan /resepsi,kedua, upacara akad dilakukan sekaligus dengan upacara persemian/resepsi. Upacara akad (ijab-qabul) dilaksanakan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk melaksanakan ijab biasanya diwakilkan kepada tuan kadhi; jarang sekali wali nashab mengijabkan puterinya. Dalam setiap upacara pernikahan akan melibatkan para tengganai dan ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan pemuda-pemudi. Masing-masing mempunyai tugas tertentu. Ninik mamak bertugas mengawasi jalannya upacara, alim ulama memimpin do’a dan memberikan nasehat perkawinan, cerdik pandai memberikan sambutan, dan pemuda-pemudi urusan tamu, menghias pengantin dan rumah tempat acara berlangsung (rumah muntin) dan sebagainya.

Hukum Kewarisan Adat Kerinci

Sistem Kewarisan

Menurut soerojo wignjodipoero, di Indonesia terdapat tiga sistem kewarisan dalam hukum adat sbgai berikut:
  1. Sistem Kewarisan Individual. Ciri dari sistem ini, harta peninggalan dapat di bagi-bagi di antara para ahli waris, seperti dalam masyarakat bilateral di Jawa dan lain- lain yang sama-sama memakai sistem tersubut.
  2. Sistem Kewarisan kolektif. Ciri dari sistem ini, harta peninggalan itu di warisi oleh sekumpulan ahli waris yang bersam–sama merupakan semaca badan hukum di mana harta tersebut, yang di sebut harta pusaka, tidak boleh dibagi-bagi hak pemilikannya , tetapi boleh dibagi- bagi hak pemakaiannya saja kepada mereka, seperti dalam masyarakat matrilineal di Minang kabau dari lain-lain yang sama-sama memakai sistem tersebut.
  3. Sistem Kewarisan Mayorat. Ciri dari sistem ini, harta peninggalan diwarisi keseluruhannya atau sebagian besar (sejumlah hatra pokok dari satu keluarga) oleh seorang anak saja, seperti di Bali dimana terdapat mayaorat anak laki-laki yanng tertua,dan di tanah semendo di sumatera selatan dimana terdapat hak mayorat anak perempuan yang tertua.
Pada masyarakat hukum adat kerinci harta wsrisan di bagi- bagi di antara semua ahli waris.itu berati bahewa masyrakat kerinci menganut sistem kewarisan individual –bilateral. Sitem dan asas individual-bilateral itu dinyatakan dalam ungkapan: ‘’suku duo puyang di hati, suku empat puyang delapan ‘’. Yang maksudnya’’ suku duo puyang di hati “ ialah ibu dan bapak. Mereka dalah orang –orang yang paling dekat dengan anak-anknya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan.anak menerima warisan dari kedua orang tuanya.dan yang dimaksud denagan ‘’suku empat puyang delapan’’ ialah, bahwa seorang ibu mempunyai ibu dan bapak, demikian pula seorang pabak mempunyai ibu dan bapak pula yang kita sebut nino dan nantan (nenek kakek).

Dalam masyarakat kerinci anak perempuan (anak batino) dibebani kewajiban “berkembang lapek bertungku jahang” (berkembang tikar bertungku jarang). Artinya sewakatu waktu ada peristiwa penting dalam keluarga sehingga perlu dibicarakan oleh kaum keluarga, maka anak batino itilah yang bertindak sebagai penyelenggaranya. Atau terjadi hal-hal yang menimpa keluarga misalnya saudara laki-laki (anak jantan) kena musibah hingga terpaksa pergi dari rumah isterinya/mertuanya, merajuk atu cerai, maka anak batino harus siap menampungnya.

Atas pertimbangan itulah maka dam pembagian harta warisan, ahli waris yang perempuan diberi bagian yang lebih besar. Hal itu disadari oleh ahli waris laki-laki sehingga ia dapat menerimanya dengan suka rela.

Kenyataannya seperti diuraikan diatas tidak menutup kemungkinan untuk mengharapkan hukum warisan islam atau faraid. Namun, dalam kenyataan pada akhirnya juga yang akan terjadi bahwa pihak perempuan akan mendapat bagian besar.

Lahirnya generasi baru yang tidak terbiasa bekerja tani telah mengubah sikap dan penilaian terhadap harta berupa tanah yang dulunya merupakan simbol kekayaan. Sekarang ini, tanah, selain jumlahnya yang semakin berkurang juga peminatannya terbatas pada golongan/kelompok tertentu, disamping jumlah penduduk bertambah terus.

Menurut pengamatan penulis, perimbangan dikategorikan harta berat dan harta ringan dudah berubah. “apa yang disebut harta itu jumlahnya bukan bertambah malah sebaliknya, semakin berkurang. Sebaliknya, yang disebut harta ringan makin bertambah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Idris Djakfar menunjukkan bahwa masyarakat kerinci pada umumnya menganggap pengelompokan harta kepada harta berat dan harta ringan bukan sesuatu yang prinsip lagi dalam kewarisan. Masyarakat kerinci sekarang lebih condong untuk melihat dari segi keadilan si penerima. Untuk itu, ditempuh jalan musyawarah.

Harta Warisan

Setiap orang atau pribadi pada dasarnya mempunyai harta kekayaan atau hak milik. Harta kekayaan itu bisa berupa benda (materi) dan bisa tidak berupa benda (immateri). Harta kekayaan itu bisa diperolah dengan usaha sendiri, pemberian, hadiah, warisan dan lain sebagainya.

Dilihat dari jenisnya, harta warisan itu ada dua macam:
  1. Harta berat, disebut demikian karena sifatnya yang berat, dalam pengertian tadak bisa dibawa kemana-mana bersifat tetap, bergerak atau berpindah tempat, dan merupakan kebutuhan pokok. Jumlahnya tidak banyak dan sangat terbatas yaitu tanah sawah, lumbung padi (bilek) dan rumah.
  2. Harta ringan, disebut demikian karena sifatnya yang ringan, dalam pengertian dapat dibawa kemana-mana waktu dahulu harta jenis ini tidak banyak, sekarang baik jumlah maupun ragamnya sudah banyak sekali termasuk ke dalam jenis ini hewan piaraan,uang, perkakas, usaha, toko, kebun/ladang, kendaraan dan sebagainya.
Dilihat dari asal-usulnya, harta kekayaan itu ada empat macam:
  1. Harta warisan, yaitu harta peninggalan yang berasal dari generasi nenek moyang dahulu. Harta pusaka itu ada yang berupa benda seperti tanah, sawah,rumah, termasuk “umoh gedang” dimana disimpan benda-benda pusaka seperti keris, kelewang atau pedang, tombak, catatan atau tulisan kuno atau tambo dan sebagainya. Benda-benda tersebut banyak yang hilang diambil oleh pejabat-pejabat kolonial belanda dan dibawa ke negeri Belanda untuk disimpan di museum sampai sekrang. Dan ada pula yang tidak berupa benda seperti gelar sko (misalnya depati, rio, mangku, patih, datuk dan sebagainya).
  2. Harta pencarian, yaitu harta kekayaan yang terbentuk dan diperoleh dengan usaha bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan. Dalam hal ini didak perlu dipermasalahkan apakah isteri ikut aktif secara langsung atau secara tak langsung. Sekalipun yang bekerja hanya pihak suami, sedang pihak isteri, tinggal di rumah dan mengurus rumah serta anak-anak, mereka itu sudah dianggap sama-sama bekerja dan hasilnya menjadi harta pencarian bersama. Dalam hal suami isteri sama-sama bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri misalnya sebagai pegawai negeri, maka harta dan penghasilan keduanya menjadi harta pencarian bersama.
  3. Harta depatan atau harta tepatan, yaitu harta yang didepati pada isteri. Harta tersebut bisa berupa usaha si isteri ketika masih gadis (harta pengadih), harta warisan, pemberian, hadiah dan lain sebagainya.
  4. Harta bawaan yaitu, harta yang dibawa oleh suami ke rumah isterinya. Harta bawaan itu bisa beripa hasil usaha ketika ia masih bujangan (harta pemujang),harta warisan, pemberian,hadiah,dan lain sbagainya.
Sebab-sebab mewarisi dan penghalang pewarisan

Sebab-sabab Mewarisi

Pada dasarnya sebab timbulnya hak kewarisan menurut Hukum adat Kerinci ada dua, yaitu :
  1. Adanya hubungan darah (sebab batali darah)
  2. Adanya sebab yang disengaja di buat (sebab buatan)
Sebab batali darah (batali artinya bertalian atau hubungan) itu di tentukan saat kelahiran. Artinya antara pewaris dan ahli warinya itu ada hubungan kesenambungan keturunan, baik kebawah, maupun keatas, ataupun kesamping. Dengan demikian, semua anggota kerabat (batali darah) menut garais dan ibu bapak mendapat hak untuk menerima warisan yang ditinggalkan warisnya.

Adapun yang di sbut dengan’’sebab buatan )atau sebab batali sebab batali ialah sebab yang di sengaja di buat antara pewaris tersebut . kewarisan buatan ini tidak berlaku terhadap warisan yang berupa glar sko (depati, prio dan sebagainya). Termasuk kedalam sebab batali buat ini, seperti anak angkat, bapak angkat, dan ibu angkat, sepanjang pengankatannya menurut adat.

Penghalang Pewarisan

Yang dimaksud dengan penghalang pewarisan ialah hal-hal yang menyebabkan seseorang yang seharunya mendapat warisan menjadi tidak berhak menerimanya. Halangan atau penghalang pewarisan menurut hukum kewarisan adat kerinci ada dua macam, yaitu:
  1. Karena tertutup oleh ahli waris ,lebih utama.
  2. Karena pembunuhan yang disengaja dan me;awan hukum terhadap pewaris.
Ahli Waris

Yang dimaksud dengan ahli waris ialah orang yang berhak atas harta yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Adapun sembilan kelompok pewaris yang ada dalam adat kerinci yang mana apabila yang pertama masih ada maka tertutuplah bagi penerima berikutnya, nama-nama bagaian penerima tersebut ialah:
  1. Anak kandung
  2. Orang tua (ayah/ibu)
  3. Saudara kandung dari ppewaris dan keturunannya
  4. Nenek/kakek dari pewaris.
  5. Paman/bibi (saudara bapak/ibu)
  6. Puyang/munyang
  7. Saudara nenek/kakek
  8. Nungkat (laki-laki/perempuan)
  9. Saudara puyang/munyang dan keturunannya.
Hingga disini upaya pelacakan ahli waris menurut hukum kewarisan adat kerinci. Apabila yang kesembilan itu juga tidak ada maka harta warisan itu berupa tanah kembali ke masyarakat atau desa.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

ABS,SBK, adalah: peraturan-peraturan adat yang bersumber dari al-qur’an.

Saran

Sebaiknya, mahasiswa harus lebih mengetahui tentang adat kerinci, untuk menambah pemahaman dan wawasan dalam menjalani kehidupan di masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Yatim, Meninjau Hukum Adat Kerinci, Kerinci:Andalas,t.th
Abdullah bin Nuh,Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Penerbit Muatiara, 1971
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon