Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Pengertian Akidah Akhlak

Pelajaran akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara etimologi kata “akidah akhlak” terdiri dari dua kata “akidah” dan “akhlak”. Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu yang berarti kepercayaan atau keyakinan.

Sedangkan secara terminologi akidah berarti segala keyakinan yang ditetapkan oleh Islam yang disertai oleh dalil-dalil yang pasti. Hal-hal yang termasuk di dalam pembahasan aqidah yaitu tentang Tuhan dan segala sifat- sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta, seperti terjadinya alam.

Adapun pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata yang berasal dari kata dengan bentuk jamaknya yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakekat makna itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (jiwa dan sifatnya) sedangkan gambaran bentuk luasnya raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya. Secara terminologi ada beberapa definisi akhlak yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  1. Imam Ghozali. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  2. Ibnu Miskawaih. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
  3. Abu Bakar Aceh. Akhlak adalah suatu sikap yang digerakan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia serta terhadap diri sendiri. Melihat pengertian akidah akhlak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran akidah akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup persoalan keimanan dan budi pekerti yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik.
Tujuan Akidah Akhlak

Akidah akhlak merupakan salah satu bidang studi dalam pendidikan agama Islam. Maka tujuan umum pendidikan akidah akhlak sesuai dengan tujuan umum pendidikan agama Islam. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat : 56).

Sedangkan tujuan khusus pelajaran akidah akhlak menurut Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam adalah sebagai berikut :

“Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaanya kepada Allah swt seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pelajaran akidah akhlak searah dengan tujuan nasional yaitu :

“Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Ruang lingkup pelajaran akidah akhlak yang terdapat di madrasah memiliki isi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengalaman dan pembiasaan berakhlak Islami, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang berikutnya.

Adapun ruang lingkup pelajaran akidah akhlak di dalam kurikulum 2004 untuk madrasah ada tiga aspek, yaitu :
  1. Aspek Akidah. Aspek akidah ini meliputi sub-sub aspek: kebenaran akidah Islam, hubungan akidah, akhlak, ke-Esaan Allah swt, Allah Maha Pemberi Rizki, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Penyantun, Maha Benar dan Maha Adil. Dari beberapa sub akidah ini tentu saja dengan menggunakan argumen dalil-dalil aqli dan naqli. Selain itu juga meyakini bahwa, “Muhammad saw adalah rosul terakhir, meyakini kebenaran al-Qur’an dengan dalil aqli dan naqli. Meyakini qodlo dan qodar, hubungan usaha dan do’a, hubungan prilaku manusia dengan terjadinya bencana alam.
  2. Aspek Akhlak. Adapun yang menjadi aspek akhlak diantaranya: “Beradab secara Islam dalam bemusyawarah untuk membangun demokrasi, berakhlak terpuji kepada orang tua, guru, ulil amri, dan waliyullah”. Hal ini memiliki tujuan untuk memperkokoh integrasi dan kredibilitas pribadi, memperkokoh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersedia melanjutkan misi utama rosul dalam membawa perdamaian, terbiasa menghindari akhlak tercela yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti membunuh, merampok, mencuri, menyebar fitnah, membuat kekerasan, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan malas bekerja.
  3. Aspek Kisah Keteladanan. Aspek kisah keteladanan diantaranya mengapresiasi dan meneladani sifat dan prilaku sahabat utama Rosulullah saw dengan landasan agama yang kuat. Ketiga aspek diatas merupakan bagian dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan memiliki akhlak yang mulia sebagaimana akhlak para nabi dan rosul.
SUMBER :
  • Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab Indonesia al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1024
  • T. Ibrahim dan H. Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak 1, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 3
  • M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2
  • Abu Bakar Aceh, Mutiara Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1959), Cet. Ke-I, h.95
  • Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). Cet. Ke-III, h.133
  • Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Mujamma’, 1971), h. 513
  • Depag RI/Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi Madrasah, (Jakarta: t.p, 2004), h. 22
  • Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989) Cet. Ke-I, h. 21
  • UUD RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta : PT. Asa Mandiri, 2006),h.1
  • Abi Isa Muhammad Bin Isa At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Semarang: Toha Putra, tth),juz.3, h. 227
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 15, h. 139
  • Departemen Agama RI, Profil Madrasah Masa Depan, (Jakarta :Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, 2005), Cet.1, h. 68
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 11, h. 7
  • Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : CV. Misika Anak Galiza, 2003), Cet. 3. h. 93-94
  • A. Qodri Azizy, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta : Aneka Ilmu, 2003), Cet.2, h. 164-165
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), h. 25
  • Muhammad Al- Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992). h. 66
  • Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, tt), h. 66 
  • Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakar Agung, 1986), h. 46
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 25-26
  • Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1995), h. 74
  • Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994), h.38
Tujuan Akidah Akhlak

Tujuan Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Pengertian Akidah Akhlak

Pelajaran akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara etimologi kata “akidah akhlak” terdiri dari dua kata “akidah” dan “akhlak”. Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu yang berarti kepercayaan atau keyakinan.

Sedangkan secara terminologi akidah berarti segala keyakinan yang ditetapkan oleh Islam yang disertai oleh dalil-dalil yang pasti. Hal-hal yang termasuk di dalam pembahasan aqidah yaitu tentang Tuhan dan segala sifat- sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta, seperti terjadinya alam.

Adapun pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata yang berasal dari kata dengan bentuk jamaknya yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakekat makna itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (jiwa dan sifatnya) sedangkan gambaran bentuk luasnya raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya. Secara terminologi ada beberapa definisi akhlak yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  1. Imam Ghozali. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  2. Ibnu Miskawaih. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
  3. Abu Bakar Aceh. Akhlak adalah suatu sikap yang digerakan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia serta terhadap diri sendiri. Melihat pengertian akidah akhlak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran akidah akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup persoalan keimanan dan budi pekerti yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik.
Tujuan Akidah Akhlak

Akidah akhlak merupakan salah satu bidang studi dalam pendidikan agama Islam. Maka tujuan umum pendidikan akidah akhlak sesuai dengan tujuan umum pendidikan agama Islam. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat : 56).

Sedangkan tujuan khusus pelajaran akidah akhlak menurut Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam adalah sebagai berikut :

“Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaanya kepada Allah swt seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pelajaran akidah akhlak searah dengan tujuan nasional yaitu :

“Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Ruang lingkup pelajaran akidah akhlak yang terdapat di madrasah memiliki isi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengalaman dan pembiasaan berakhlak Islami, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang berikutnya.

Adapun ruang lingkup pelajaran akidah akhlak di dalam kurikulum 2004 untuk madrasah ada tiga aspek, yaitu :
  1. Aspek Akidah. Aspek akidah ini meliputi sub-sub aspek: kebenaran akidah Islam, hubungan akidah, akhlak, ke-Esaan Allah swt, Allah Maha Pemberi Rizki, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Penyantun, Maha Benar dan Maha Adil. Dari beberapa sub akidah ini tentu saja dengan menggunakan argumen dalil-dalil aqli dan naqli. Selain itu juga meyakini bahwa, “Muhammad saw adalah rosul terakhir, meyakini kebenaran al-Qur’an dengan dalil aqli dan naqli. Meyakini qodlo dan qodar, hubungan usaha dan do’a, hubungan prilaku manusia dengan terjadinya bencana alam.
  2. Aspek Akhlak. Adapun yang menjadi aspek akhlak diantaranya: “Beradab secara Islam dalam bemusyawarah untuk membangun demokrasi, berakhlak terpuji kepada orang tua, guru, ulil amri, dan waliyullah”. Hal ini memiliki tujuan untuk memperkokoh integrasi dan kredibilitas pribadi, memperkokoh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersedia melanjutkan misi utama rosul dalam membawa perdamaian, terbiasa menghindari akhlak tercela yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti membunuh, merampok, mencuri, menyebar fitnah, membuat kekerasan, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan malas bekerja.
  3. Aspek Kisah Keteladanan. Aspek kisah keteladanan diantaranya mengapresiasi dan meneladani sifat dan prilaku sahabat utama Rosulullah saw dengan landasan agama yang kuat. Ketiga aspek diatas merupakan bagian dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan memiliki akhlak yang mulia sebagaimana akhlak para nabi dan rosul.
SUMBER :
  • Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab Indonesia al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1024
  • T. Ibrahim dan H. Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak 1, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 3
  • M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2
  • Abu Bakar Aceh, Mutiara Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1959), Cet. Ke-I, h.95
  • Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). Cet. Ke-III, h.133
  • Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Mujamma’, 1971), h. 513
  • Depag RI/Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi Madrasah, (Jakarta: t.p, 2004), h. 22
  • Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989) Cet. Ke-I, h. 21
  • UUD RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta : PT. Asa Mandiri, 2006),h.1
  • Abi Isa Muhammad Bin Isa At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Semarang: Toha Putra, tth),juz.3, h. 227
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 15, h. 139
  • Departemen Agama RI, Profil Madrasah Masa Depan, (Jakarta :Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, 2005), Cet.1, h. 68
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 11, h. 7
  • Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : CV. Misika Anak Galiza, 2003), Cet. 3. h. 93-94
  • A. Qodri Azizy, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta : Aneka Ilmu, 2003), Cet.2, h. 164-165
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), h. 25
  • Muhammad Al- Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992). h. 66
  • Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, tt), h. 66 
  • Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakar Agung, 1986), h. 46
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 25-26
  • Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1995), h. 74
  • Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994), h.38
Pengertian Akidah Akhlak

Pengertian Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Pengertian Akidah Akhlak

Pelajaran akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara etimologi kata “akidah akhlak” terdiri dari dua kata “akidah” dan “akhlak”. Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu yang berarti kepercayaan atau keyakinan.

Sedangkan secara terminologi akidah berarti segala keyakinan yang ditetapkan oleh Islam yang disertai oleh dalil-dalil yang pasti. Hal-hal yang termasuk di dalam pembahasan aqidah yaitu tentang Tuhan dan segala sifat- sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta, seperti terjadinya alam.

Adapun pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata yang berasal dari kata dengan bentuk jamaknya yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakekat makna itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (jiwa dan sifatnya) sedangkan gambaran bentuk luasnya raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya. Secara terminologi ada beberapa definisi akhlak yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  1. Imam Ghozali. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  2. Ibnu Miskawaih. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
  3. Abu Bakar Aceh. Akhlak adalah suatu sikap yang digerakan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia serta terhadap diri sendiri. Melihat pengertian akidah akhlak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran akidah akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup persoalan keimanan dan budi pekerti yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik.
Tujuan Akidah Akhlak

Akidah akhlak merupakan salah satu bidang studi dalam pendidikan agama Islam. Maka tujuan umum pendidikan akidah akhlak sesuai dengan tujuan umum pendidikan agama Islam. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat : 56).

Sedangkan tujuan khusus pelajaran akidah akhlak menurut Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam adalah sebagai berikut :

“Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaanya kepada Allah swt seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pelajaran akidah akhlak searah dengan tujuan nasional yaitu :

“Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Ruang lingkup pelajaran akidah akhlak yang terdapat di madrasah memiliki isi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengalaman dan pembiasaan berakhlak Islami, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang berikutnya.

Adapun ruang lingkup pelajaran akidah akhlak di dalam kurikulum 2004 untuk madrasah ada tiga aspek, yaitu :
  1. Aspek Akidah. Aspek akidah ini meliputi sub-sub aspek: kebenaran akidah Islam, hubungan akidah, akhlak, ke-Esaan Allah swt, Allah Maha Pemberi Rizki, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Penyantun, Maha Benar dan Maha Adil. Dari beberapa sub akidah ini tentu saja dengan menggunakan argumen dalil-dalil aqli dan naqli. Selain itu juga meyakini bahwa, “Muhammad saw adalah rosul terakhir, meyakini kebenaran al-Qur’an dengan dalil aqli dan naqli. Meyakini qodlo dan qodar, hubungan usaha dan do’a, hubungan prilaku manusia dengan terjadinya bencana alam.
  2. Aspek Akhlak. Adapun yang menjadi aspek akhlak diantaranya: “Beradab secara Islam dalam bemusyawarah untuk membangun demokrasi, berakhlak terpuji kepada orang tua, guru, ulil amri, dan waliyullah”. Hal ini memiliki tujuan untuk memperkokoh integrasi dan kredibilitas pribadi, memperkokoh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersedia melanjutkan misi utama rosul dalam membawa perdamaian, terbiasa menghindari akhlak tercela yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti membunuh, merampok, mencuri, menyebar fitnah, membuat kekerasan, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan malas bekerja.
  3. Aspek Kisah Keteladanan. Aspek kisah keteladanan diantaranya mengapresiasi dan meneladani sifat dan prilaku sahabat utama Rosulullah saw dengan landasan agama yang kuat. Ketiga aspek diatas merupakan bagian dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan memiliki akhlak yang mulia sebagaimana akhlak para nabi dan rosul.
SUMBER :
  • Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab Indonesia al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1024
  • T. Ibrahim dan H. Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak 1, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 3
  • M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2
  • Abu Bakar Aceh, Mutiara Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1959), Cet. Ke-I, h.95
  • Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). Cet. Ke-III, h.133
  • Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Mujamma’, 1971), h. 513
  • Depag RI/Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi Madrasah, (Jakarta: t.p, 2004), h. 22
  • Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989) Cet. Ke-I, h. 21
  • UUD RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta : PT. Asa Mandiri, 2006),h.1
  • Abi Isa Muhammad Bin Isa At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Semarang: Toha Putra, tth),juz.3, h. 227
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 15, h. 139
  • Departemen Agama RI, Profil Madrasah Masa Depan, (Jakarta :Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, 2005), Cet.1, h. 68
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 11, h. 7
  • Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : CV. Misika Anak Galiza, 2003), Cet. 3. h. 93-94
  • A. Qodri Azizy, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta : Aneka Ilmu, 2003), Cet.2, h. 164-165
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), h. 25
  • Muhammad Al- Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992). h. 66
  • Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, tt), h. 66 
  • Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakar Agung, 1986), h. 46
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 25-26
  • Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1995), h. 74
  • Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994), h.38
Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Pengertian Akidah Akhlak

Pelajaran akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara etimologi kata “akidah akhlak” terdiri dari dua kata “akidah” dan “akhlak”. Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu yang berarti kepercayaan atau keyakinan.

Sedangkan secara terminologi akidah berarti segala keyakinan yang ditetapkan oleh Islam yang disertai oleh dalil-dalil yang pasti. Hal-hal yang termasuk di dalam pembahasan aqidah yaitu tentang Tuhan dan segala sifat- sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta, seperti terjadinya alam.

Adapun pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata yang berasal dari kata dengan bentuk jamaknya yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakekat makna itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (jiwa dan sifatnya) sedangkan gambaran bentuk luasnya raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya. Secara terminologi ada beberapa definisi akhlak yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  1. Imam Ghozali. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  2. Ibnu Miskawaih. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
  3. Abu Bakar Aceh. Akhlak adalah suatu sikap yang digerakan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia serta terhadap diri sendiri. Melihat pengertian akidah akhlak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran akidah akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup persoalan keimanan dan budi pekerti yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik.
Tujuan Akidah Akhlak

Akidah akhlak merupakan salah satu bidang studi dalam pendidikan agama Islam. Maka tujuan umum pendidikan akidah akhlak sesuai dengan tujuan umum pendidikan agama Islam. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat : 56).

Sedangkan tujuan khusus pelajaran akidah akhlak menurut Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam adalah sebagai berikut :

“Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaanya kepada Allah swt seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pelajaran akidah akhlak searah dengan tujuan nasional yaitu :

“Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Ruang lingkup pelajaran akidah akhlak yang terdapat di madrasah memiliki isi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengalaman dan pembiasaan berakhlak Islami, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang berikutnya.

Adapun ruang lingkup pelajaran akidah akhlak di dalam kurikulum 2004 untuk madrasah ada tiga aspek, yaitu :
  1. Aspek Akidah. Aspek akidah ini meliputi sub-sub aspek: kebenaran akidah Islam, hubungan akidah, akhlak, ke-Esaan Allah swt, Allah Maha Pemberi Rizki, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Penyantun, Maha Benar dan Maha Adil. Dari beberapa sub akidah ini tentu saja dengan menggunakan argumen dalil-dalil aqli dan naqli. Selain itu juga meyakini bahwa, “Muhammad saw adalah rosul terakhir, meyakini kebenaran al-Qur’an dengan dalil aqli dan naqli. Meyakini qodlo dan qodar, hubungan usaha dan do’a, hubungan prilaku manusia dengan terjadinya bencana alam.
  2. Aspek Akhlak. Adapun yang menjadi aspek akhlak diantaranya: “Beradab secara Islam dalam bemusyawarah untuk membangun demokrasi, berakhlak terpuji kepada orang tua, guru, ulil amri, dan waliyullah”. Hal ini memiliki tujuan untuk memperkokoh integrasi dan kredibilitas pribadi, memperkokoh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersedia melanjutkan misi utama rosul dalam membawa perdamaian, terbiasa menghindari akhlak tercela yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti membunuh, merampok, mencuri, menyebar fitnah, membuat kekerasan, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan malas bekerja.
  3. Aspek Kisah Keteladanan. Aspek kisah keteladanan diantaranya mengapresiasi dan meneladani sifat dan prilaku sahabat utama Rosulullah saw dengan landasan agama yang kuat. Ketiga aspek diatas merupakan bagian dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan memiliki akhlak yang mulia sebagaimana akhlak para nabi dan rosul.
SUMBER :
  • Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab Indonesia al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1024
  • T. Ibrahim dan H. Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak 1, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 3
  • M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2
  • Abu Bakar Aceh, Mutiara Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1959), Cet. Ke-I, h.95
  • Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). Cet. Ke-III, h.133
  • Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Mujamma’, 1971), h. 513
  • Depag RI/Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi Madrasah, (Jakarta: t.p, 2004), h. 22
  • Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989) Cet. Ke-I, h. 21
  • UUD RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta : PT. Asa Mandiri, 2006),h.1
  • Abi Isa Muhammad Bin Isa At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Semarang: Toha Putra, tth),juz.3, h. 227
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 15, h. 139
  • Departemen Agama RI, Profil Madrasah Masa Depan, (Jakarta :Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, 2005), Cet.1, h. 68
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 11, h. 7
  • Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : CV. Misika Anak Galiza, 2003), Cet. 3. h. 93-94
  • A. Qodri Azizy, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta : Aneka Ilmu, 2003), Cet.2, h. 164-165
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), h. 25
  • Muhammad Al- Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992). h. 66
  • Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, tt), h. 66 
  • Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakar Agung, 1986), h. 46
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 25-26
  • Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1995), h. 74
  • Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994), h.38
Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Akidah Akhlak

Pengertian Akidah Akhlak

Pelajaran akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara etimologi kata “akidah akhlak” terdiri dari dua kata “akidah” dan “akhlak”. Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu yang berarti kepercayaan atau keyakinan.

Sedangkan secara terminologi akidah berarti segala keyakinan yang ditetapkan oleh Islam yang disertai oleh dalil-dalil yang pasti. Hal-hal yang termasuk di dalam pembahasan aqidah yaitu tentang Tuhan dan segala sifat- sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta, seperti terjadinya alam.

Adapun pengertian akhlak secara etimologi adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata yang berasal dari kata dengan bentuk jamaknya yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakekat makna itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (jiwa dan sifatnya) sedangkan gambaran bentuk luasnya raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya. Secara terminologi ada beberapa definisi akhlak yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  1. Imam Ghozali. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
  2. Ibnu Miskawaih. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.
  3. Abu Bakar Aceh. Akhlak adalah suatu sikap yang digerakan oleh jiwa yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia serta terhadap diri sendiri. Melihat pengertian akidah akhlak yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran akidah akhlak merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah formal dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup persoalan keimanan dan budi pekerti yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik.
Tujuan Akidah Akhlak

Akidah akhlak merupakan salah satu bidang studi dalam pendidikan agama Islam. Maka tujuan umum pendidikan akidah akhlak sesuai dengan tujuan umum pendidikan agama Islam. Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan peserta didik ke jalan yang mengacu pada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat : 56).

Sedangkan tujuan khusus pelajaran akidah akhlak menurut Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam adalah sebagai berikut :

“Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaanya kepada Allah swt seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa tujuan pelajaran akidah akhlak searah dengan tujuan nasional yaitu :

“Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Ruang Lingkup Akidah Akhlak

Ruang lingkup pelajaran akidah akhlak yang terdapat di madrasah memiliki isi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan peserta didik untuk dapat memahami rukun iman secara ilmiah serta pengalaman dan pembiasaan berakhlak Islami, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang berikutnya.

Adapun ruang lingkup pelajaran akidah akhlak di dalam kurikulum 2004 untuk madrasah ada tiga aspek, yaitu :
  1. Aspek Akidah. Aspek akidah ini meliputi sub-sub aspek: kebenaran akidah Islam, hubungan akidah, akhlak, ke-Esaan Allah swt, Allah Maha Pemberi Rizki, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Penyantun, Maha Benar dan Maha Adil. Dari beberapa sub akidah ini tentu saja dengan menggunakan argumen dalil-dalil aqli dan naqli. Selain itu juga meyakini bahwa, “Muhammad saw adalah rosul terakhir, meyakini kebenaran al-Qur’an dengan dalil aqli dan naqli. Meyakini qodlo dan qodar, hubungan usaha dan do’a, hubungan prilaku manusia dengan terjadinya bencana alam.
  2. Aspek Akhlak. Adapun yang menjadi aspek akhlak diantaranya: “Beradab secara Islam dalam bemusyawarah untuk membangun demokrasi, berakhlak terpuji kepada orang tua, guru, ulil amri, dan waliyullah”. Hal ini memiliki tujuan untuk memperkokoh integrasi dan kredibilitas pribadi, memperkokoh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersedia melanjutkan misi utama rosul dalam membawa perdamaian, terbiasa menghindari akhlak tercela yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti membunuh, merampok, mencuri, menyebar fitnah, membuat kekerasan, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan malas bekerja.
  3. Aspek Kisah Keteladanan. Aspek kisah keteladanan diantaranya mengapresiasi dan meneladani sifat dan prilaku sahabat utama Rosulullah saw dengan landasan agama yang kuat. Ketiga aspek diatas merupakan bagian dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan memiliki akhlak yang mulia sebagaimana akhlak para nabi dan rosul.
SUMBER :
  • Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab Indonesia al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1024
  • T. Ibrahim dan H. Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak 1, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 3
  • M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2
  • Abu Bakar Aceh, Mutiara Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1959), Cet. Ke-I, h.95
  • Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). Cet. Ke-III, h.133
  • Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Mujamma’, 1971), h. 513
  • Depag RI/Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi Madrasah, (Jakarta: t.p, 2004), h. 22
  • Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989) Cet. Ke-I, h. 21
  • UUD RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta : PT. Asa Mandiri, 2006),h.1
  • Abi Isa Muhammad Bin Isa At-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Semarang: Toha Putra, tth),juz.3, h. 227
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 15, h. 139
  • Departemen Agama RI, Profil Madrasah Masa Depan, (Jakarta :Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, 2005), Cet.1, h. 68
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 11, h. 7
  • Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : CV. Misika Anak Galiza, 2003), Cet. 3. h. 93-94
  • A. Qodri Azizy, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta : Aneka Ilmu, 2003), Cet.2, h. 164-165
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),Cet.6, h. 76
  • Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, h. 35-36
  • Kunaryo Hadikusumo, dkk., Pengantar Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), Cet. 2, h. 41
  • Abdul Latief, Perencanaan Sistem: Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. 1, h. 89
  • Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang,1978), h. 25
  • Muhammad Al- Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992). h. 66
  • Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, tt), h. 66 
  • Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakar Agung, 1986), h. 46
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 25-26
  • Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1995), h. 74
  • Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1994), h.38
Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar

Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang sangat membosankan dalah sesutau yang tidak meyenangkan. Orang akan lebih suka bila hidup itu diisi dengan penuh variasi dalam arti yang positif. Bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi, maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, mengantuk dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai. Dalam hal ini guru memerlukan adanya variasi dalam mengajar.

Variasi gaya mengajar adalah keragaman dari bentuk cara mengajar guru di dalam suatu kelas. Guru harus dapat memunculkan efek dari suatu kegiatan. Pada kenyataannya hampir semua kegiatan belajar mengajar diciptakan oleh guru. Rangsangan dari cara guru mengajar menyebabkan peserta didik menjadi lebih termotivasi.

Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses dari pada produk.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Kemampuan mengatur proses pembelajaran yang baik, akan menciptakan situasi yang memunkinkan anak belajar, sehingga merupakan titik keberhasilan pengajaran.

Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, guru memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan pengguanaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran dikelas, serta pengelompokan siswa dalam belajar.

Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Adapun tujuan mengadakan variasi dimaksud adalah :
  1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar dan mengajar. Dalam proses ini perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. 
  2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi. Memotivasi memegang peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada motivasi di dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi , seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak di dalam diri setiap siswa selama pengajaran berlansung.
  3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah. Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa dikelas ada siswa tertentu yang kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negatif ini tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh selalu ditunjukan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan materi pelajaran kelas.
  4. Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual. Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode, tetapi lebih baik banyak dari itu.
  5. Mendorong anak didik untuk belajar. Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar.
Adapun dari tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari variasi gaya mengajar ialah untuk memelihara perhatian siswa dengan membentuk sikap yang positif dan memberikan fasilitas belajar, motivasi, dan dorongan terhadap anak didik untuk belajar.

Prinsip Penggunaan

Agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kretif belajar, tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan cara mempehatikan beberapa prinsip penggunaan ini sangat penting untuk diperhtikan dan betul-betul harus dihayati guna mendukung pelaksanan tugas mengajar dikelas. Prinsip-prinsip penggunan variasi gaya mengajar itu adalah sebagi berikut :
  1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.
  2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
  3. Penggunaan komponnen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa.
Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Variasi yang terdapat dalam gaya mengajar ialah sebagai berikut :
  1. Variasi Suara. Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-hal yang dianggap penting, berbicara secara pelan dengan seorang anak didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang perhatian, dan seterusnya.
  2. Penekanan (focusing). Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan”penekanan secara verbal” yang dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menunjukan dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.
  3. Pemberian waktu (Pausing). Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Caranya setelah menjelaskan satu sub-bab materi guru berhenti sejenak sebelum melanjutkan pada sub-bab berikutnya. Ketika guru berhenti, siswa memiliki kesempatan untuk menelaah atau mungkin menyusun pertanyaan dari pernyataan-pernyataan guru yang belum jelas.
  4. Kontak Pandang. Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya mengarahkan pandangannya keseluruh kelas, menatap mata setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif.
  5. Gerakan anggota badan (Gesturing). Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan.
  6. Pindah posisi. Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian guru.
SUMBER :
  • Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Prinsip Penggunaan

Prinsip Penggunaan

Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar

Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang sangat membosankan dalah sesutau yang tidak meyenangkan. Orang akan lebih suka bila hidup itu diisi dengan penuh variasi dalam arti yang positif. Bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi, maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, mengantuk dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai. Dalam hal ini guru memerlukan adanya variasi dalam mengajar.

Variasi gaya mengajar adalah keragaman dari bentuk cara mengajar guru di dalam suatu kelas. Guru harus dapat memunculkan efek dari suatu kegiatan. Pada kenyataannya hampir semua kegiatan belajar mengajar diciptakan oleh guru. Rangsangan dari cara guru mengajar menyebabkan peserta didik menjadi lebih termotivasi.

Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses dari pada produk.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Kemampuan mengatur proses pembelajaran yang baik, akan menciptakan situasi yang memunkinkan anak belajar, sehingga merupakan titik keberhasilan pengajaran.

Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, guru memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan pengguanaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran dikelas, serta pengelompokan siswa dalam belajar.

Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Adapun tujuan mengadakan variasi dimaksud adalah :
  1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar dan mengajar. Dalam proses ini perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. 
  2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi. Memotivasi memegang peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada motivasi di dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi , seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak di dalam diri setiap siswa selama pengajaran berlansung.
  3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah. Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa dikelas ada siswa tertentu yang kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negatif ini tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh selalu ditunjukan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan materi pelajaran kelas.
  4. Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual. Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode, tetapi lebih baik banyak dari itu.
  5. Mendorong anak didik untuk belajar. Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar.
Adapun dari tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari variasi gaya mengajar ialah untuk memelihara perhatian siswa dengan membentuk sikap yang positif dan memberikan fasilitas belajar, motivasi, dan dorongan terhadap anak didik untuk belajar.

Prinsip Penggunaan

Agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kretif belajar, tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan cara mempehatikan beberapa prinsip penggunaan ini sangat penting untuk diperhtikan dan betul-betul harus dihayati guna mendukung pelaksanan tugas mengajar dikelas. Prinsip-prinsip penggunan variasi gaya mengajar itu adalah sebagi berikut :
  1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.
  2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
  3. Penggunaan komponnen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa.
Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Variasi yang terdapat dalam gaya mengajar ialah sebagai berikut :
  1. Variasi Suara. Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-hal yang dianggap penting, berbicara secara pelan dengan seorang anak didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang perhatian, dan seterusnya.
  2. Penekanan (focusing). Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan”penekanan secara verbal” yang dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menunjukan dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.
  3. Pemberian waktu (Pausing). Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Caranya setelah menjelaskan satu sub-bab materi guru berhenti sejenak sebelum melanjutkan pada sub-bab berikutnya. Ketika guru berhenti, siswa memiliki kesempatan untuk menelaah atau mungkin menyusun pertanyaan dari pernyataan-pernyataan guru yang belum jelas.
  4. Kontak Pandang. Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya mengarahkan pandangannya keseluruh kelas, menatap mata setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif.
  5. Gerakan anggota badan (Gesturing). Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan.
  6. Pindah posisi. Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian guru.
SUMBER :
  • Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar

Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang sangat membosankan dalah sesutau yang tidak meyenangkan. Orang akan lebih suka bila hidup itu diisi dengan penuh variasi dalam arti yang positif. Bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi, maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, mengantuk dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai. Dalam hal ini guru memerlukan adanya variasi dalam mengajar.

Variasi gaya mengajar adalah keragaman dari bentuk cara mengajar guru di dalam suatu kelas. Guru harus dapat memunculkan efek dari suatu kegiatan. Pada kenyataannya hampir semua kegiatan belajar mengajar diciptakan oleh guru. Rangsangan dari cara guru mengajar menyebabkan peserta didik menjadi lebih termotivasi.

Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses dari pada produk.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Kemampuan mengatur proses pembelajaran yang baik, akan menciptakan situasi yang memunkinkan anak belajar, sehingga merupakan titik keberhasilan pengajaran.

Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, guru memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan pengguanaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran dikelas, serta pengelompokan siswa dalam belajar.

Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Adapun tujuan mengadakan variasi dimaksud adalah :
  1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar dan mengajar. Dalam proses ini perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. 
  2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi. Memotivasi memegang peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada motivasi di dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi , seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak di dalam diri setiap siswa selama pengajaran berlansung.
  3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah. Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa dikelas ada siswa tertentu yang kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negatif ini tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh selalu ditunjukan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan materi pelajaran kelas.
  4. Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual. Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode, tetapi lebih baik banyak dari itu.
  5. Mendorong anak didik untuk belajar. Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar.
Adapun dari tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari variasi gaya mengajar ialah untuk memelihara perhatian siswa dengan membentuk sikap yang positif dan memberikan fasilitas belajar, motivasi, dan dorongan terhadap anak didik untuk belajar.

Prinsip Penggunaan

Agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kretif belajar, tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan cara mempehatikan beberapa prinsip penggunaan ini sangat penting untuk diperhtikan dan betul-betul harus dihayati guna mendukung pelaksanan tugas mengajar dikelas. Prinsip-prinsip penggunan variasi gaya mengajar itu adalah sebagi berikut :
  1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.
  2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
  3. Penggunaan komponnen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa.
Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Variasi yang terdapat dalam gaya mengajar ialah sebagai berikut :
  1. Variasi Suara. Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-hal yang dianggap penting, berbicara secara pelan dengan seorang anak didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang perhatian, dan seterusnya.
  2. Penekanan (focusing). Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan”penekanan secara verbal” yang dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menunjukan dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.
  3. Pemberian waktu (Pausing). Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Caranya setelah menjelaskan satu sub-bab materi guru berhenti sejenak sebelum melanjutkan pada sub-bab berikutnya. Ketika guru berhenti, siswa memiliki kesempatan untuk menelaah atau mungkin menyusun pertanyaan dari pernyataan-pernyataan guru yang belum jelas.
  4. Kontak Pandang. Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya mengarahkan pandangannya keseluruh kelas, menatap mata setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif.
  5. Gerakan anggota badan (Gesturing). Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan.
  6. Pindah posisi. Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian guru.
SUMBER :
  • Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Variasi Gaya Mengajar

Variasi Gaya Mengajar

Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar

Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang sangat membosankan dalah sesutau yang tidak meyenangkan. Orang akan lebih suka bila hidup itu diisi dengan penuh variasi dalam arti yang positif. Bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi, maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, mengantuk dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai. Dalam hal ini guru memerlukan adanya variasi dalam mengajar.

Variasi gaya mengajar adalah keragaman dari bentuk cara mengajar guru di dalam suatu kelas. Guru harus dapat memunculkan efek dari suatu kegiatan. Pada kenyataannya hampir semua kegiatan belajar mengajar diciptakan oleh guru. Rangsangan dari cara guru mengajar menyebabkan peserta didik menjadi lebih termotivasi.

Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses dari pada produk.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Kemampuan mengatur proses pembelajaran yang baik, akan menciptakan situasi yang memunkinkan anak belajar, sehingga merupakan titik keberhasilan pengajaran.

Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, guru memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan pengguanaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran dikelas, serta pengelompokan siswa dalam belajar.

Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Adapun tujuan mengadakan variasi dimaksud adalah :
  1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar dan mengajar. Dalam proses ini perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. 
  2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi. Memotivasi memegang peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada motivasi di dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi , seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak di dalam diri setiap siswa selama pengajaran berlansung.
  3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah. Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa dikelas ada siswa tertentu yang kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negatif ini tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh selalu ditunjukan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan materi pelajaran kelas.
  4. Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual. Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode, tetapi lebih baik banyak dari itu.
  5. Mendorong anak didik untuk belajar. Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar.
Adapun dari tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari variasi gaya mengajar ialah untuk memelihara perhatian siswa dengan membentuk sikap yang positif dan memberikan fasilitas belajar, motivasi, dan dorongan terhadap anak didik untuk belajar.

Prinsip Penggunaan

Agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kretif belajar, tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan cara mempehatikan beberapa prinsip penggunaan ini sangat penting untuk diperhtikan dan betul-betul harus dihayati guna mendukung pelaksanan tugas mengajar dikelas. Prinsip-prinsip penggunan variasi gaya mengajar itu adalah sebagi berikut :
  1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.
  2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
  3. Penggunaan komponnen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa.
Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Variasi yang terdapat dalam gaya mengajar ialah sebagai berikut :
  1. Variasi Suara. Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-hal yang dianggap penting, berbicara secara pelan dengan seorang anak didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang perhatian, dan seterusnya.
  2. Penekanan (focusing). Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan”penekanan secara verbal” yang dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menunjukan dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.
  3. Pemberian waktu (Pausing). Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Caranya setelah menjelaskan satu sub-bab materi guru berhenti sejenak sebelum melanjutkan pada sub-bab berikutnya. Ketika guru berhenti, siswa memiliki kesempatan untuk menelaah atau mungkin menyusun pertanyaan dari pernyataan-pernyataan guru yang belum jelas.
  4. Kontak Pandang. Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya mengarahkan pandangannya keseluruh kelas, menatap mata setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif.
  5. Gerakan anggota badan (Gesturing). Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan.
  6. Pindah posisi. Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian guru.
SUMBER :
  • Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar Guru

Variasi Gaya Mengajar

Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang sangat membosankan dalah sesutau yang tidak meyenangkan. Orang akan lebih suka bila hidup itu diisi dengan penuh variasi dalam arti yang positif. Bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi, maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, mengantuk dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai. Dalam hal ini guru memerlukan adanya variasi dalam mengajar.

Variasi gaya mengajar adalah keragaman dari bentuk cara mengajar guru di dalam suatu kelas. Guru harus dapat memunculkan efek dari suatu kegiatan. Pada kenyataannya hampir semua kegiatan belajar mengajar diciptakan oleh guru. Rangsangan dari cara guru mengajar menyebabkan peserta didik menjadi lebih termotivasi.

Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru dapat menunjukan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses dari pada produk.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilan, yakni pengaturan proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantungan satu sama lain. Kemampuan mengatur proses pembelajaran yang baik, akan menciptakan situasi yang memunkinkan anak belajar, sehingga merupakan titik keberhasilan pengajaran.

Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, guru memerlukan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru menumbuhkan organisasi proses belajar mengajar yang efektif, yang meliputi: tujuan pengajaran, pengaturan pengguanaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran dikelas, serta pengelompokan siswa dalam belajar.

Tujuan Variasi Gaya Mengajar

Adapun tujuan mengadakan variasi dimaksud adalah :
  1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses belajar dan mengajar. Dalam proses ini perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut. Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karena hal itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. 
  2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi. Memotivasi memegang peranan penting dalam belajar. Seorang siswa tidak akan dapat belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada motivasi di dalam dirinya. Bahkan tanpa motivasi , seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Maka dari itu, guru selalu memperhatikan masalah motivasi ini dan berusaha agar tetap tergejolak di dalam diri setiap siswa selama pengajaran berlansung.
  3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah. Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa dikelas ada siswa tertentu yang kurang senang terhadap seorang guru. Sikap negatif ini tidak hanya terjadi pada siswa, tetapi juga pada siswi. Konsekuensinya bidang studi yang dipegang oleh guru tersebut juga menjadi tidak disenangi. Acuh tak acuh selalu ditunjukan lewat sikap dan perbuatan ketika guru tersebut sedang memberikan materi pelajaran kelas.
  4. Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual. Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode, tetapi lebih baik banyak dari itu.
  5. Mendorong anak didik untuk belajar. Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar.
Adapun dari tujuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari variasi gaya mengajar ialah untuk memelihara perhatian siswa dengan membentuk sikap yang positif dan memberikan fasilitas belajar, motivasi, dan dorongan terhadap anak didik untuk belajar.

Prinsip Penggunaan

Agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kretif belajar, tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan cara mempehatikan beberapa prinsip penggunaan ini sangat penting untuk diperhtikan dan betul-betul harus dihayati guna mendukung pelaksanan tugas mengajar dikelas. Prinsip-prinsip penggunan variasi gaya mengajar itu adalah sebagi berikut :
  1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain juga harus ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar.
  2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga proses belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidak terganggu.
  3. Penggunaan komponnen variasi harus benar-benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa.
Komponen Variasi dalam Gaya Mengajar

Variasi yang terdapat dalam gaya mengajar ialah sebagai berikut :
  1. Variasi Suara. Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-hal yang dianggap penting, berbicara secara pelan dengan seorang anak didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang perhatian, dan seterusnya.
  2. Penekanan (focusing). Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan”penekanan secara verbal” yang dikombinasikan dengan gerakan anggota badan yang dapat menunjukan dengan jari atau memberi tanda pada papan tulis.
  3. Pemberian waktu (Pausing). Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Caranya setelah menjelaskan satu sub-bab materi guru berhenti sejenak sebelum melanjutkan pada sub-bab berikutnya. Ketika guru berhenti, siswa memiliki kesempatan untuk menelaah atau mungkin menyusun pertanyaan dari pernyataan-pernyataan guru yang belum jelas.
  4. Kontak Pandang. Bila guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya mengarahkan pandangannya keseluruh kelas, menatap mata setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif.
  5. Gerakan anggota badan (Gesturing). Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan.
  6. Pindah posisi. Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu menarik perhatian anak didik, dapat meningkatkan kepribadian guru.
SUMBER :
  • Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006
Pandangan Agama Islam tentang Asal Usul Manusia

Pandangan Agama Islam tentang Asal Usul Manusia

Teori Asal Usul Kehidupan

Teori Penciptaan

Menurut teori penciptaan, kehidupan ini adalah merupakan suatu kekuatan yang dinamakan oleh ilmuwan sebagai sesuatu kekuatan yang misterius ( vital spirit). Kehidupan ini berasal dari sesuatu zat Yang Maha Kuasa dan tidak akan dapat dipelajari secara ilmiah, tetapi diterima dengan kepercayaan (iman). Umumnya kaum beragama menerima konsep teori penciptaan ini dengan cara masing-masing. Pengikut –pengikut dari teori ini mengemukakan bahwa seluruh makhluk hidup di bumi ini mulanya diciptakan oleh suatu zat Yang Maha Kuasa yaitu Tuhan.

Teori Generatio Spontanea atau Teori Abiogenesis

Konsep dari teori abiogenesis adalah bahwa makhluk hidup muncul secara spontan dari benda yang tak bernyawa (benda mati). Konsep ini cukup lama dipercaya. Sebagai contoh, di Cina orang percaya bahwa lebah atau serangga timbul secara spontan karena pengaruh panas dan kelembapan. Menurut Aristoteles, bahwa:

Telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Dengan demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari lumpur.

Teori Biogenesis

Menurut Fransisco Redi, asal usul kehidupan yang didasarkan hasil percobaannya. Percobaannya menggunakan dua botol dan memasukan sepotong daging pada masing-masing botol. Botol pertama dibuka dan botol kedua tertutup. Hasil pengamatan selama percobaan menunjukan pada awalnya botol pertama di masuki oleh lalat dan kemudian muncul ulat, sedangkan pada botol kedua tidak ditemukan. Dari hasil eksperimen itu Redi berkesimpulan bahwa:

Ulat yang timbul pada botol terbuka (botol pertama) disebabkan kerana masuknya lalat dan bertelur selanjutnya menjadi ulat, yang terkenal dengan semoboyan “ comne ovum ex vivo” artinya kehidupan berasal dari telur.

Menurut Lazzaro Spallazani, yang melakukan eksperimen terhadap kaldu membuktikan bahwa:

Jasad renik yang mencemari kaldu dapat membusuk kaldu itu. Bila kaldu ditutup rapat setelah setelah mendidih, maka tak terjadi pembusukan. Ia mengambil kesimpulan, bahwa untuk adanya telur harus ada jasad hidup, atau omne ovum ex vivum.

Luis Pasteur menyempurnakan percobaan Redi dan Spallanzani. Ia bereksperimen dengan menggunakan kaldu dalam labu yang tersumbat gabus. Selanjutnya gabus tersebut ditembus dengan pipa berbentuk leher angsa (huruf S), kemudian dipanaskan. Setelah dingin dibiarkan beberapa hari kemudian diamati. Ternyata air kaldu tetap jenih dan tidak ditemukan mikroba.

Desain pipa yang berbentuk leher angsa tersebut memungkinkan masuknya gaya hidup dari udara, tetapi ternyata tidak didapati makhluk hidup dalam kaldu. Menurut Pasteur, bahwa:

Mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu berasal dari udara. Hal ini bisa dibuktikan bila labu dimiringkan sedemikian rupa, sehingga kaldu mengalir melalui pipa dan meyentuh ujung pipa, ternyata beberapa hari kemudian menyebabkan busuknya kaldu. Dengan demikian dia telah membutikan teori biogenesislah yang benar. Dengan ungkapan “ omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo, omne vivum ex vivo” artinya makhluk hidup berasal dari telur, telur berasal dari makhluk hidup, makhluk hidup berasal dari makhluk hidup.

Teori Neobiogenesis (Teori Naturalistik)

Teori ini menyatakan bahwa: Terbentuknya kehidupan pertama di melalui tahap-tahap tertentu, secara evolusi. Tahap –tahapnya : Pertama, materi pembentuk makhluk hidup pertama diduga CH4, NH3, H2 dan H2O, sedangkan energi yang memungkinkan terjadinya reaksi tersebut adalah sinar ultraviolet. Kedua, pada tahap ini terjadi reaksi yang membentuk senyawa organik dari materi pembentuk pertama. CH4 membentuk monosakarida, NH3 membentuk asam lemak dan gliserol, H2 asam amino, H2O membentuk pirimidin. Ketiga, Monosakarida + monosarida menjadi polisakarida, asam lemak + gliserol menjadi lemak, purin + pirimidin + asam fosfat menjadi nukleotida, dan nukleotida +nukleotida menjadi asam nukleat. Empat, merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya menjadi materi organik yang lebih kompleks, asam nukleat + protein menghasilkan nukleoprotein. Nukleoprotein sudah mampu mengadakan reproduksi, mutasi dan nutrisi. Kelima, protein yang terjadi pada tahap sebelumnya menjadi protovirus atau sel awal. Produk akhir ini mengadakan sintesis, pertumbuhan, perkembangan, dan fermentasi. Keenam, protovirus atau sel awal tumbuh menjadi makhluk saprofit, makhluk kemosintesis, makhluk parasit, dan virus parasit. Ketujuh, tahap ini penuh dengan reaksi-reaksi oksidasi.

Menurut Alexander Oparin, bahwa: Pada suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3 dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kuat, seperti sinar ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompeks. Proses ini berlangsung di lautan. Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa seperti alkohol (H2H5OH), dan karena asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel.

Teori Kosmozoa (Panspermia)

Teori ini menyatakan bahwa spora – spora kehidupan bersama-sama dengan partikel debu alam disebarkan dari suatu tempat ke tempat lain di bawah pengaruh sinar matahari. Menurut hipotesis ini :

Benda – benda langit di atmosfer mempunyai panas dan berpijar pada bagian – bagian pinggir (permukaan) saja, sedangkan bagian dalamnya tetap dingin. Dengan demikian, embrio suatu organisme yang menepati benda-benda langit tetap hidup dalamnya. Selanjutnya, ada diantaranya terlontar ke bumi, maka organisme akan tumbuh berkembang dan berevolusi sehingga menghasilkan seluruh spesies yang ada sekarang.

Pandangan Biologi Tentang Asal Usul Manusia

Dalam ilmu biologi asal usul manusia dipelajari dalam evolusi manusia. Evolusi manusia adalah sejarah fenotipe genus Homo, termasuk muculnya Homo sapiens sebagai spesies berbeda dan sebagai kategori hominid yang unik ( “ kera besar atau great apes”) dan mamalia. Istilah “ manusia” dalam konteks evolusi manusia biasanya mencakup hominid yang lain seperti Autrolopithecus, yang merupakan genus Homo yang memisah sekitar 2,3 hingga 2,4 juta tahun lalu di Afrika.

Bukti yang menunjukan bahwa manusia adalah keturunan primata yaitu Pertama, Bukti anatomis. Semua struktur anatomi mansuia, sampai ke rinciannya sama dengan anatomi kera Afrika, khususnya simpanse. R. Owen pernah berpikir ia menemukan perbedaan nyata antara manusia dan kera pada struktur otak, tapi T.H. Huxley mematahkan pendapat itu, perbedaannya hanyalah kuantitatif bukan kualitatif. Kedua, Bukti fosil. Ketika Darwin menerbitkan temuan-temuannya yang menggoncangkan pada 1859, belum ditemukan fosil apapun yang mendukung gagasan transisi gradual dari leluhur mirip simpanse menuju kera modern. Walau ada saat buku ini ditulis belum ditemukan dari periode antara 8 dan 5 juta tahun lalu. Ketika terjadi percabangan garis keturunan manusia dan simpanse, banyak fosil 5 juta tahun lalu sampai sekarang yang memperlihatkan tahap-tahap peralihan antara simpanse dan manusia. Ketiga Bukti Molekuler. Saah satu terbesar biologi molekuler adalah pembuktian makromolekul berevolusi sebagaimana ciri-ciri struktural yang tampak. Karena itu perbandingan makromolekul manusia dan kera barangkali bisa memberikan penjelasan untuk evolusi manusia, dan memang adanya. Bahkan perbandingan tersebut menunjukan bahwa molekul manusia jauh lebih mirip dengan molekul simpanse daripada organisem lain, dan selain itu kera-kera Afrika lebih mirip manusia daripada primata lain-lainnya. Kemiripan besar sekali sehingga enzim dan protein pada manusia dan simpanse masih identik. Ilmuwan mengestimasi bahwa manusia merupakan cabang dari nenek moyang umum simpanse sekitar 5-7 juta tahun lalu. Beberapa spesies dan subspesies Homo sudah berevolusi dan saat ini punah, ada yang hilang sama sekali dan ada yang tersisa. Contoh Homo erectus (yang menghuni Asia, Afrika, dan Eropa) dan Neanderthal ( yang menghuni Eropa dan Asia).

Pandangan umum di antara para ilmuwan mengenai asal-usul manusia dengan anatomi modern adalah sebuah hipotesis yang disebut Out of Afrika, yakni manusia modern berasal dari Afrika. Teori ini menyataka bahwa:

Homo sapiens muncul di Afrika dan bermigrasi keluar dari benua ini sekitar 50.000 sampai 100.000 tahun lalu, menggantikan pupolasi Homo erectus di Asia dan Neanderthal di Eropa.

Sebaliknya, ilmuwan yang mendukung hipotesis multiregional menyatakan bahwa : Homo sapiens berevolusi terpisal secara geografis namun populasi saling kawin bersumber dari migrasi Homo erectus keluar dari Afrika sekitar 2,5 juta tahun lalu. Bukti menunjukan bahwa genom Neanderthal berkontribusi sekitar 4 % hereditas non-Afrika dan baru-baru ini ditemukan Denisova hominin yang berkontribusi pada 6% genom Melanesia. Kontribusi genetik kuno berkontribusi dengan pergantian Eurasia sekitar 100.000 tahun lalu.

Menurut Corulus Linneus, bahwa kera besar sebagai kerabat terdekat manusia berdasarkan kemiripan morfologi dan anatominya. Kemungkinan menghubungkan keturunan manusia dengan ape awal baru jelas setelah 1859 dengan publikasi Charles Darwin On the Origin Of Spesies, di mana ia menjelaskan gagasan evolusi bahwa spesies baru berasal dari spesies sebelumnya.

Pada tahun 1871, Darwin menerbitkan buku kedua yang menghebohkan dunia, dengan judul The Descent of Man (Asal Usul Manusia). Dalam buku ini ia menerapkan teorinya pada manusia. Binatang yang paling maju, yaitu kera, dengan mengalami proses srtruggle of life sedikit demi sedikit berubah, dan dalam jenisnya yang paling maju mengarah ke wujud manusia. Dari binatang berkembanglah manusia. Pandangan Darwin diperkuat dengan penemuan manusia Neanderthal pada tahun 1856.

Pandangan Agama Islam tentang Asal Usul Manusia

Al-Qur’an mengungkapkan beberapa komponen yang menjadi unsur dasar dalam proses pembentukan manusia, antara lain :
  • Al-Ma’ dijelaskan dalam surat Al-Anbiya ayat 30 dan Surat Al-Furqan ayat 54. Artinya: “ Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman ?” (Q.S. Al-Anbiya (21:30). Artinya : “ Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (mempunyai) keturunan dan musaharah dan Tuhanmu adalah Mahakuasa.” (Q.S. Al-Furqan (25:54) 2. Al- Ardh, dijelaskan dalam surat Taha ayat 55 dan surat Nuh ayat 17 sebagai berikut. Artinya:“ Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain.” (Q.S. Taha (20:55). Artinya:“ Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah, tumbuh ( berangsur-angsur).” (Q.S. Nuh (71:17)
  • Al-Turab, dijelaskan dalam surat Al-Hajj ayat 5. Artinya: “ Wahai manusia ! Jika kamu meragukan hari (kebangkitan), maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kami sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tumbuhan yang indah.” (Q.S. Al- Hajj 22:
Lafazh al-ma’ (air) yang terdapat dalam ayat pertama, surat Al-Anbiya ayat 30, merupakan pernyataan umum bahwa setiap makhluk hidup (biotik), baik berupa tumbuhan, hewan mapun manusia, pada mula diciptakan oleh Allah dari Air atau dari unsur air. Hal tersebut sepenuhnya sesuai dengan data saintifik, hasil riset para ahli biologi modern yang menunjukan bahwa Asal usul kehidupan makhluk hidup (biotik) berasal dari air.

Lafazh al-‘ardh secara leksikografis bermakna bumi tempat kita berpijak, atau bisa juga berarti bola dunia. Lafazh at-turab secara leksikografis bermakna “ debu” atau tanah yang terdapat dalam permukaan bumi. Jika kita sepakat dengan prinsip yang menyatakan bahwa:

Seluruh kejadian di alam raya ini, sejak awal hingga akhir berjalan di bawah kendali sunnah Allah atau yang lebih populer dengan “ sunnatullah”, dimungkinkan bahwa hasil-hasil penelitian ilmiah yang sesuai dengan watak sunnatullah tersebut, dapat membantu kita dalam membuka tabir rahasia ini.

Di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan mengenai perkembangan manusia, walaupun hampir seluruh pengetahuan ini belum ditemukan hingga beberapa abad kemudian. Ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah dengan mukjizatnya yang menjadi riset para ilmuan modern. Allah Swt berfirman di dalam Al-Qur’an berkenaan dengan asal usul kejadian manusia.

Artinya: “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulalng itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al-Mukminun 23 : 12-14)

Dalam ayat di atas bahwa Allah swt menciptakan manusia melalui beberapa proses untuk memperoleh bentuk yang sempurna. Proses penciptaan ini mempunyai bahan dasar yang berasal dari tanah kemudian mengalami sejumlah proses menjadi bentuk yang sempurna. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan terdapat teori tentang perkembangan (embriologi) manusia sebelum Al-Qur’an diturunkan, antara lain teori yang dikemukakan oleh Aristoteles (322-385 SM) yang menjelaskan bahwa:

Penciptaan manusia berasal dari mani laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi makhluk kecil yang menyerupai manusia.

Manusia pertama (Adam as) diciptakan Oleh Allah dari tanah. Manusia terdiri atas materi dan roh, diciptakan dari tanah kemudian menjadi lumpur hitam yang diberi petunjuk lalu menjadi tanah kering seperti tembikar dan di sempurnakan bentuknya. Allah meniupkan roh (ciptaan-Nya), maka terjadilah Adam. Firman Allah swt.

Artinya: “ Dang (ingatlah), ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ sesungguhnya Aku menciptakan seorang manusia dari tanah liat yang kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah meyempurnakan kejadiannya, dan telah Ku-tiupkan ke dalamnya roh (ciptaan- Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. Al-Hijr 28 -29)

Ayat di atas menjelaskan pandangan Islam tentang penciptaan manusia. Dengan penciptaan seperti itu, manusia dibedakan dari seluruh makhluk lainnya. Manusia memiliki kesamaan dengan hewan dalam sebagian kerakteristik, dorongan emosi untuk mempertahankan diri, serta kemampuan untuk memahami dan belajar. Namun berbeda dengan hewan dari kerakteristik rohnya yang membuanya cenderung mencari Allah dan Menyembahnya. Asal mula tubuh manusia adalah dari tanah. Hal ini disebutkan dalam firman Allah swt.

Artinya “ Dan Allah menumbuhkan kami sebagai suatu tumbuhn dari tanah, dan kumudian dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi sebagai suatu kelahiran.” (Q.S. Nuh :17-18)