Hakikat Tindak Tutur

Pengertian Pragmatik

Gunarwan (1994:39) mengungkapkan bahwa istilah pragmatik sudah lama dipakai di kalangan linguis, yaitu sejak diterbitkannya buku John Austin How to Do Things With Word (1962). Hal ini sesuai dengan pendapat Fasold (dalam Gunarwan, 1994:39) menyatakan bahwa bahkan jauh sebelum itu, pada 1937 Charles Morris sudah menggunakannya, yaitu di dalam kaitannya dengan semiotik. Morris membagi “ilmu lambang” ini menjadi tiga: sintaksis, semantik dan pragmatik.

Wijana (1996:1) menyatakan bahwa pragmatik berbeda dengan sintaksis dan semantik yang mempelajari struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Parker (dalam Rahardi, 2005:48) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Menurut Richard et al. (dalam Jumanto, 2017:39), “Pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam komunikasi, terutama hubungan yang terjadi antara kalimat dan konteks dan situasi digunakannya kalimat tersebut”.

Selanjutnya pakar lain yang memberi definisi tentang pragmatik adalah Yule (1996:3), “Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar”. Selanjutnya, Nunan (dalam Jumanto, 2017:40) mengungkapkan bahwa “Pragmatik adalah studi tentang cara bahasa digunakan dalam konteks tertentu untuk mencapai tujuan tertentu”.

Menurut Levinson (dalam Nababan, 1987:2) yang memberikan definisi pragmatik yaitu:

Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Disini “pengertian/pemahaman bahasa” menghunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungan konteks pemakaiannya.

Dari berbagai pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan mitra tutur. Salah satu batasan pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Selain itu, pragmatik mempelajari tentang makna yang terdapat dalam komunikasi antara penutur dan mitra tutur.

Tindak Tutur

Hakikat Tindak Tutur

Teori tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim 1993:108). Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Ibrahim, 1993:109). Tindak tutur seseorang tidak akan dipahami dengan baik apabila mitra tutur tidak memahami situasi tutur yang terjadi dalam peristiwa tutur.

Chaer dan Agustin (dalam Suandi, 2014:83) mengungkapkan bahwa “Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya suatu interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu”. Di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat itu. Di dalam pengucapan kalimat ia juga “menindakkan” sesuatu.

Dari uraian di atas, Ibrahim (1993:109) memberikan definisi tindak tutur adalah suatu tuturan yang berfungsi pikologis dan sosial di luar wacana yang sedang terjadi. Kemudian Yule (2006:82) menyatakan tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan.

Selanjutnya Djajasudarma (dalam Suandi, 2014:85) mendefenisikan “Tindak tutur merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa”. Kemudian Kridalaksana (dalam Suandi, 2014:85) mendefinisikan “Tindak tutur adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar”.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang mengandung tindakan sebagai suatu kesatuan fungsional dalam komunikasi yang mempertimbangkan aspek situasi tutur. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa tindak tutur yang lebih ditekankan ialah arti tindakan dalam tuturannya. Hal ini sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang bertujuan untuk merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur. Selain itu, tindak tutur juga mencakup ekspresi psikologis (misalnya berterimakasih dan memohon maaf), dan tindak sosial seperti memengaruhi tingkah laku orang lain (misalnya mengingatkan dan memerintahkan) atau membuat kontrak (misalnya berjanji dan menamai).

Jenis-Jenis Tindak Tutur

Gunarwan (1994:43) mengungkapkan bahwa tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik. Istilah act sering dikaitkan dengan filosofi Britankjiia John L. Austin, yang untuk pertama kalinya, di dalam bukunya di Universitas Hardvard pada tahun 1955, yang kemudian dibukukan dan diterbitkan secara anumerta pada tahun 1962 dengan judul How to Do Things With Word, mengatakan bahwa megujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dilihat sebagai melakukan tindakan (act), disamping memang mengucapkan (mengujarkan) kalimat itu.

Searle (dalam Suandi, 2014:86) berpendapat membagi tindak tutur berdasarkan berbagai kriteria, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Bertolak dari pendapat tersebut beberapa kriteria dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Representatif (asertif). Tindak tutur yang memeriksa suatu keadaan atau peristiwa, seperti: pernyataan, dugaan, laporan, pemerian. Tindak tutur ini dapat saja benar atau salah. Misalnya: “Ini namanya lumpia.” (padahal mestinya: risoles)
  2. Directive (direktif). Tindak tutur yang dimaksudkan agar pendengarnya melakukan suatu tindakan, seperti: permintaan, pertanyaan, perintah, larang, pemberian izin, dan nasihat. Misalnya: “Ambil buku itu!.”
  3. Commissive (komisif). Tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan sesuatu, seperti: janji, sumpah, ancaman. Misalnya: “Siapa saja yang ketahuan nyontek lagsung saya kasih E.”
  4. Expressive (ekspresif). Tindak tutur yang menunjukkan keadaaan psikologis atau sikap penuturnya, seperti memberi salam, minta atau memberi maaf, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, memberi pujian. Misalnya: “Maaf, Pak, saya terlambat.”
  5. Declaration (deklaratif). Tindak tutur yang dapat mengubah atau mendatangkan suatu keadaan, seperti: pembabtisan, pengukuhan, keputusan. Misalnya: “Saudara kami nyatakan lulus menjadi doctor.”
Dari berbagai jenis tindak tutur menurut Searle, dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut tentang tindak direktif. Hal ini dikarenakan tindak direktif banyak digunakan oleh pengguna bahasa. Selain itu tindak direktif merupakan aspek penting yang digunakan dalam setiap pertuturan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pemakaian tindak tutur direktif di dalam sebuah pertuturan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon