BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat Islam secara garis besar mengandung dasar-dasar tentang akidah, akhlak, dan syariah atau hukum bagi keberlangsungan kehidupan makhluk di jagat raya ini. Penjelasan tentang isi Al-Qur’an dijabarkan oleh Rasulullah SAW sebagai penafsir kalamullah sepanjang hidupnya. Semasa beliau hidup setiap kasus yang timbul dapat segera diketahui jawabanyanyaberdasarkan nash Al-Qur’an serta penjelasan dan interpretasi yang kemudian dikenal menjadi sunnahnya. Namun, pada masa berikutnya, kehidupan masyarakat mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring berkembangnya Islam ke antero dunia. Kontak antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain di luar Arab dengan corak budaya yang beragam menimbulkan berbagai kasus baru yang mengharuskan untuk segera dicari solusi dan alternative untuk menjawabnya. Disinilah urgensitas ijtihad untuk mengkontekstualisasikan nash Al-Qur an dan Sunnah sebagai sumber pedoman dan panduan hukum bagi alam semesta.
Fiqh yang notabene sebagai ilmu tentang hukum-hukum Syariat yang bersifat praktis (‘amaliyah) ,merupakan sebuah “jendela” yang dapat digunakan untuk melihat perilaku budaya masyarakat Islam. Definisi fiqh sebagai sesuatu yang digali (al-Muktasab) menumbuhkan pemahaman bahwa fiqh lahir melalui serangkaian proses sebelum akhirnya dinyatakan sebagai hukum praktis. Proses yang umum kita kenal sebagi ijtihad ini bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga pengembangan tak terhingga atas berbagai aspek kehidupan yang selamanya mengalami perkembangan. Maka dari itulah diperlukan upaya memahami pokok-pokok dalam mengkaji perkembangan fiqh agar tetap dinamis sepanjang masa sebagai pijakan yang disebut dengan istilah Ushul Fiqh.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan Ushul Fiqh?
- Apa saja objek pembahasan Ushul Fiqh?
- Apa tujuan pembahasan Ushul Fiqh?
- Apa ruang lingkup Ushul Fiqh?
- Apa perbedaan antar Fiqh dan Ushul Fiqh?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk Mengetahui definisi Ushul Fiqh
- Untuk Mengetahui objek pembahasan Ushul Fiqh
- Untuk Mengetahui tujuan pembahasan Ushul Fiqh
- Untuk Mengetahui ruang lingkup Ushul Fiqh
- Untuk Mengetahui perbedaan antar Fiqh dan Ushul Fiqh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ushul Fiqh
Kata Ushul Fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni Ushul berarti pokok, dasar, pondasi. Yang kedua adalah Fiqh yang berarti paham yang mendalam. Kata Ushul yang merupakan jama’ dari kata Ashal secara etimologi berarti sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya. Arti etimologi ini tidak jauh definitive dari kata ashal tersebut karena ilmu ushul fiqh itu adalah suatu ilmu yang kepadanya didasarkan fiqh.
Sedangkan fiqh di istilahkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum praktis (amaliy) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili) dalam nash (al-Qur an dan Sunnah). Yang dimaksud dalil tafshili adalah dalil-dalil yang terdapat dan terpapar dalam nash dimana satu persatunya menunjuk pada satu hukum tertentu.
B. Definisi Ushul Fiqh Sebagai suatu disiplin ilmu
Sebagai nama dari suatu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syariat, para ulama mengungkapkan definisi ini dalam berbagai pengertian. Menurut Muhammad al-Khudlary Beik, Ushul Fiqh adalah “kaidah-kaidah yang dengannya di istinbathkan hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil tertentu”. Abdul Hamid Hakim mengartikan Ushul Fiqh adalah “dalil Fiqh secara Ijmali (global), seperti ucapan para ulama: “suatu yang dikatakan sebagai perintah adalah menandakan sebuah kewajiban, suatu yang dikatakan sebagai larangan adalah menandakan sebuah keharaman, dan suatu yang dikatakan sebagai perbuatan nabi Muhammad SAW, Ijma (konsensus para ulama), dan Qiyas (analogi) adalah sebuah Hujjah (argumentasi)”.
Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi mendefinisikan bahwa Ushul Fiqh adalah “dalil-dalil fiqh yang arah dilalahnya atas hukum-hukum syariat serta tatacara pengambilan hukum dari sisi dalil ijmali bukan dalil tafsili”. Sedangkan menurut Abdul Wahhab Khallaf juga mendefinisikan dengan “ilmu tentang kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci”.
Dipihak lain, secara detail Abu Zahrah mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh adalah “ ilmu yang menjelaskan kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu sendiri. Oleh karenanya, ushul fiqh juga dikatakan sebagai kumpulan kaidah atau metode yang menjelaskan kepada ahli hukum Islam tentang cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’.
Dengan beberapa defenisi diatas dapat pemakalah simpulkan bahwa ushul fiqih merupakan metode (cara) yang harus ditempuh oleh ahli fiqih (faqih) di dalam menetapkan hukum-hukum syara’ bedasarkan dalil syar’i, serta mengklasifikasikan dalil-dali tersebut bedasarkan kualitasnya. Dalil dari Al Qur’an harus didahulukan dari pada qiyas serta dalil-dalil lain yang tidak berdasarkan nash Al- Qur’an dan Hadits. Sedangkan fiqih adalah hasil hukum-hukum syar’i bedasarkan metode-metode tersebut.
C. Obyek Kajian Ushul Fiqh
Obyek pembahasan ilmu Ushul Fiqh adalah dalil-dalil syara’ dari segi penunjukannya kepada suatu hukum secara Ijmali atau global dari nash. Hal ini dapat dipahami dari gambaran Al-Qur’an kepada hukum tidak hanya menggunakan satu bentuk kalimat tertentu, tetapi tampil dalam berbagai bentuk, seperti shighat amr, shighat nahi, kalimat yang bersifat umum, mutlak dan sebagainya. Objek ushul Fiqh merupakan metodologi penetapan hukum-hukum yang berdasarkan pada dalil-dalil ijmali tersebut yang bermuara pada dalil syara’ ditinjau dari segi hakikatnya, kriterianya dan macam-macamnya.
Satria Effendi memerinci obyek kajian Ushul Fiqh menjadi empat bagian yaitu :
- Pembahasan mengenai hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim, mahkum fiqh, dan mahkum ‘alaih.
- Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hokum
- Pembahasan tentang cara menggali dan menarik hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil itu.
- Pembahasan tentang ijtihad.
Sementara itu, menurut Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa, ruang lingkup kajian ushul fiqh ada empat yaitu :
- Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamrah (buah/ hasil) yang dicari oleh ushul fiqh.
- Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya ini adalah mutsmir (pohon).
- Sisi penunjukan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini adalah thariq al-istitsmar (jalan/proses pembuahan). Penunjukan dalil-dalil ini ada empat, yaitu dalalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (kemadharatan), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul (makna rasional).
- Mustatsmir (yang membuahkan), yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan mujtahid serta sifat-sifat keduanya.
D. Tujuan dan Urgensi Ushul Fiqh
Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari ilmu ushul Fiqh adalah menerapkan kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukuk syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi, berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan-bahasannya maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran lafadz yang samar dapat diketahui. Selain itu juga diketahui juga dalil-dalil yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lainnya. Termasuk menetapkan metode yang paling tepat untuk menggali hukum dari sumbernya terhadap sesuatu kejadian konkret yang belum terdapat nashnya dan mengetahui dengan sempurnya dasr-dasar dan metode para mujtahid mengambil hukum sehingga terhindar dari taqlid. Ilmu inipun juga membicarakan metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau tindakan yang secara pasti tidak ditemui nashnya, yaitu denganjalan Qiyas istishab, dan lain sebagainya.
Menurut Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan ushul fiqih sebagai berikut :
- Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat.
- Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui bermetode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai persoalan baru yang muncul.
- Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum. Ushul fiqih menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
- Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka gunakan.
- Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan pendapatnya.
Jadi, disini ilmu ushul fiqh memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang system hukum dan metode pengambilan hukum itu sendiri. Dengan demikian diharapkan umat Islam akan terhindar dari taqlid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil dan alasan-alasannya.
Ushul fiqh juga sangat penting bagi umat Islam, karena disatu pihak pertumbuhan nash telah terhenti sejak meninggalnya nabi, sementara dipihak lain, akibat kemajuan sains dan teknologi, permasalahan yang mereka hadapi kian hari kian bertambah. Kehadiran sains dan teknologi tidak hanya dapat membantu dan membuatkehidupan manusia menjadi mudah, tetapi juga membawa masalah-masalah baru yang memerlukan penanganan serius oleh para ahli dengan berbagai bidangnya. Penggunaan produk-produk teknologi maju itu, atau pergeseran nilai-nilai sosial sebagai akibat modernisasi, langsung atau tidak langsung telah pula membawa pengaruh yang cukup berarti terhadap praktik-praktik keagamaan (Islam). Hal ini antara lain terlihat disekitar perkawinan, warisan dan bahkan ibadat sekalipun. Perlu juga dipahami bersama adalah bahwa ilmu Ushul Fiqh tidak hanya berguna bagi para Mujtahid atau ahli hukum saja, akan tetapi bagi semua orang Islam untuk mencari kepastian hukum bagi setiap masalah yang mereka hadapi sekalipun tidak sampai ketingkat Mujtahid mereka akan beramal sebagai muttabi’, mengikuti pendapat para ahli dengan mengetahui dalil dan alas an-alasannya.
E. Ruang Lingkup Kajian Ushul Fiqh
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi yang dipaparkan oleh para ulama ahli ilmu Ushul Fiqh dapat diketahui ruang lingkup kajian (maudhu’) dari Ushul fiqh secara global diantaranya:
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ruang lingkup kajian Ushul fiqh ada 4, yaitu :
- Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah /hasil) yang dicari oleh ushul fiqh.
- Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya ini adalah mutsmir (pohon).
- Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini adalah thariq al-istitsmar (jalan / proses pembuahan). Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (kemadharatan), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul (makna rasional).
- Mustatsmir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan mujtahid serta sifat-sifat keduanya.
F. Perbedaan Fiqh dan Ushul Fiqh
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa fiqh adalah ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum praktis yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili) dalam nash. Sedangkan Ushul Fiqh seperti yang didefinisikan oleh Abdul Wahhab Khallaf adalah ilmu tentang kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci, maka dapat di lihat perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul Fiqh. Kalau ilmu fiqh berbicara tentang hukum dari suatu perbuatan, maka ilmu ushul fiqh berbicara tentang metode dan proses bagaimanamenemukan hukum itu sendiri.
Dilihat dari sudut aplikasinya, fiqh akan menjawab pertanyaan “apa hukum dari suatau perbuatan”, dan ushul Fiqh akan menjawab pertanyaan “bagaimana cara atau proses penemuan hukum yang digunakan sebagai jawaban permasalahan yang dipertanyakan tersebut”. Oleh karena itu, fiqh lebih bercorak produk sedangkan ushul fiqh lebih bermakna metodologis. Oleh sebab itu, fiqh terlihat sebagai koleksi produk hukum, sedangkan ushul fiqh merupakan koleksi metodis yang sangat diperlukan untuk memproduk hukum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Ushul fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu yang menjelaskan kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu sendiri seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
- Objek Kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara’, tentang sumber-sumber dalil hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan sumber-sumber dalil itu serta pembahasan tentang ijtihad dengan tujuan mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat dan lain-lain.
- Ruang lingkup ushul fiqhyang dibahassecara global adalah sebagai sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut dan lain-lain.
- Perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul Fiqh adalah kalau ilmu fiqh berbicara tentang hukum dari suatu perbuatan, sedangkan ilmu ushul fiqh berbicara tentang metode dan proses bagaimanamenemukan hukum itu sendiri.
B. Saran
Sebagai umat Islam kita hendaknya mengetahui dan memahami makna dari ushul fiqh, mulai dari defenisi, objek kajiannya, ruang lingkup, hingga manfaat mempelajari ushul fiqh.
Mudah-mudahan ulasan dari makalah ini menambah wawasan pembaca khususnya penulis mengenai wawasan ushul fiqh, dan tentunya penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Amidi, Ali bin Abi Ali bin Muhammad,Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Juz 1, Pati: TB. Himmah, t.th.
- Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul fiqih,Pekalongan: STAIN Press, 2006
- Beik, Muhammad al-Khudlary,Ushul Fiqh,Mesir: Darul Fikri, 1969
- Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awwaliyah Fi Ushul al-Fiqhi wa al-Qawaid al-Fiqhiyyah,Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra, t.th. Haroen, Nasrun, Ushul Fiqih I, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1997
- Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarata: Al-Majlis al-a’la ai-Indonesia li al-Dakwah al-Islamiyah, 1972
- Khallaf, Abdul Wahhab, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. VI, 1996
- Koto, Alaidin,Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (sebuah pengantar),Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet. 3, 2004
- Mahfudz, Muhammad Ahmad Sahal, Fiqh Sosial: Upaya pengembangan Madzhab Qauli dan Manhaji,naskah pidato ilmiah penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa), 18 Juni 2003 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jogjakarta: Ar_Ruzz Media, cet.1, 2011
- Zahrah, Abu,Ushul Fiqh, Mesir: Darul Fikri al-Araby u, 1958