Hakikat Sastra

Hakikat Sastra

Pengertian Sastra

Berbicara tentang sejarah sastra Indonesia tentu saja harus dimulai dari pengertian sastra itu sendiri. Penjelasan makna suatu istilah merupakan hal yang penting dalam kajian ilmiah agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Djoko Damono (dalam Priyatni 2015:12) memaparkan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Pada pengertian tersebut, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang lain, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat.

Menurut Priyatni (2015:12) “Sastra adalah pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner atau secara fiksi”. Senada dengan apa yang diungkapkan oleh George Lukas (dalam Priyatni, 2015:12) “Sastra merupakan sebuah cermin yang memberikan kepada kita sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup dan lebih dinamik”. Meskipun karya sastra itu bersifat imajiner, namun karya sastra tetap masuk akal dan tidak menutup kemungkinan ia mengandung kebenaran didalamnya (Alterbernd dan Lewis dalam Priyatni, 2015:12).

Karya sastra merupakan karya seni yang mengungkapkan eksistensi kemanusiaan dengan segala variasi dan liku-likunya secara imajinatif dan kreatif dengan menggunakan bahasa estetik sebagai mediumnya. Baik puisi, fiksi maupun drama, karya sastra merupakan hasil refleksi sastrawan terhadap lingkungan sosialnya yang kemudian diekspresikan melalui bahasa yang indah dengan daya kreasi dan imajinatifnya. Kemudian dengan segenap daya cipta, rasa dan karsanya, sastrawan mengungkapkan gagasan mengenai hakikat kehidupan yang dirasakan, dihayati, dialami, dan dipikirkan melalui karya sastra sebagai media ekspresinya yang imajinatif (Al-Ma’ruf dan Nugrahani, 2017:5).

Tarigan (dalam Alma’ruf dan Nugrahani, 2017:2) menyatakan bahwa karya sastra merupakan media bagi pengarang untuk menuangkan dan mengngkapkan ide-ide hasil perenungan tentang makna dan hakikat hidup yang dialami, dirasakan dan disaksikan. Seorang pengarang sebagai salah satu anggota masayarakat yang kreatif dan selektif ingin mengungkapkan pengalamannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kepada para penikmatnya.

Menurut Alma’ruf dan Nugrahani (2017:03) “sebagai karya seni bermediumkan, sastra berisi ekspresi pikiran spontan dari perasaan mendalam penciptanya. Ekspresi tersebut berisi ide, pandangan, perasaan, dan semua kegiatan mental manusia, yang diungkapkan dalam bentuk keindahan”. Sementara itu, bila ditinjau dari potensinya, sastra disusun melalui refleksi pengalaman, yang memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Sebab itu, sastra merupakan sumber pemahaman tentang manusia, peristiwa, dan kehidupan manusia yang beragam.

Keberadaan karya sastra tidak terlepas dari dunia nyata. Karya sastra merupakan sebuah fenomena sosial budaya, dalam sebuah karya sastra dunia nyata dan dunia rekaan saling berkaitan, yang satu tidak bermakna tanpa yang lain. Keberadaan karya sastra berdampingan dengan dunia realita (Wiyatmi, 2013:9). Sastra sebagai refleksi kehidupan berarti pantulan kembali problem dasar kehidupan manusia, yang meliputi: maut, cinta, tragedi, harapan, kekuasaan, pengabdian, makna dan tujuan hidup, serta hal-hal yang transedental dalam kehidupan manusia. Problem kehidupan itu oleh sastrawan dikonkretisasikan kedalam gubahan bahasa baik dalam bentuk prosa, puisi, maupun lakon (drama). Jadi membaca karya sastra berarti membaca pantulan problema kehidupan dalam bentuk wujud gubahan seni berbahasa (Santosa dalam Al-Ma’ruf dan Nugrahani, 2017:04).

Karya sastra adalah suatu hasil karya seni baik lisan maupun tertulis yang lazimnya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra memberikan gambaran tentang kehidupan dengan segala kompleksitas, problema, dan keunikannya baik tentang cita-cita, keinginan dan harapan, kekuasaan, pengabdian, makna dan tujuan hidup, perjuangan, eksistensi dan ambisi manusia, juga cinta, benci dan iri hati, tragedi dan kematian. Jadi, karya sastra mengungkapkan gagasan pengarang yang berkaitan dengan hakikat dan nilai-nilai kehidupan, serta eksistensi manusia yang meliputi dimensi kemanusiaan, sosial, kultural, moral, politik, gender, pendidikan maupun ketuhanan atau religiusitas (Al-Ma’ruf dan Nugrahani, 2017:04).

Jika dilihat dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa sastra dapat dipandang sebagai sarana atau media pengungkapan dunia pengarang beserta ideologinya yang kompleks dan menyeluruh melalui medium bahasa. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, keyakinan, ide, dan semangat dalam bentuk karya seni yang dapat membangkitkan rasa keindahan melalui bahasa. Kemudian Sastra juga merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.

Berdasarkan batasan-batasan yang telah disampaikan dalam uraian sebelumnya, dapat disumpulkan bahwa setidaknya dalam sastra terdapat dua unsur yang utama, yaitu:
  1. isi, yaitu seseuatu yang merupakan gagasan atau pikiran, perasaan, pengalaman, ide, semangat, dan tanggapan pengarang terhadap lingkungan kehidupan sosial yang ingin disampaikan pengarang terhadap pembaca,
  2. bentuk, yaitu media ekspresi yang berbentuk seni sastra, yang pada umumnya bermediumkan bahasa serta unsur-unsur yang mendukung totalitas makna yang terkandung di dalamnya.
Fungsi dan Manfaat Sastra

Fungsi Sastra

Secara garis besar, sastra berfungsi untuk memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya. Sastra di samping memberikan kesenangan kepada para pembacanya juga berdaya guna atau bermanfaat bagi kehidupan batiniah. Sastra berguna untuk memberikan hiburan sekaligus berguna bagi pengayaan spiritual atau menambah khasanah batin pembaca.

Sastra bersifat menghibur bukan berarti membuat pembaca terpingkal-pingkal karena tidak dapat menahan tawanya. Namun, lebih pada kepuasan batin ketika mengikuti alur cerita atau menikmati keindahan penggunaan bahasa dalam memaparkan aspek-aspek kehidupan (Priyatni, 2015:21).
  1. Manfaat sastra. Ada berbagai manfaat yang dapat diberikan oleh sastra, menurut Karno (Priyatni, 2015:7) berbagai manfaat yang diperoleh dari karya sastra ini adalah sebagai berikut.
    • Sastra sebagai ilmu, artinya sastra sebagai salah satu disiplin ilmu yang bersifat konventif yang diajarkan di bangku Sekolah secara formal, dalam sub bidang bahasa Indonesia.
    • Sastra sebagai seni, artinya sastra memiliki semboyan dulce et utile (menghibur dan berguna). Jadi, sastra di samping memberikan kesenangan kepada para pembacanya juga berdaya guna ataubermanfaat bagi kehidupan manusia. Artinya, sastra bermanfaat untuk pengayaan spiritual atau khasanah batin.
    • Sastra sebagai kebudayaan, dalam hal ini sastra mencakup segala kehidupan manusia baik secara lahir maupun batin. Secara lahir sastra sejajar dengan bahasa yang berfungsi sebagai pemersatu bangsa, sarana pergaulan, alat komunikasi antara manusia dan antarbangsa. Hal ini dapat dilihat dan saling dikenalnya para pengarang di seluruh penjuru dunia melalui hasil karyanya.
Hakikat Prosa

Prosa Fiksi (Cerita Rekaan)

Fiksi sering disebut juga dengan Cerita Rekaan (Cerkan) bukan sebagai lawan dari kenyataan melainkan lebih sebagai hasil refleksi sastrawan terhadap realitas kehidupan dalam lingkungan sosial budayanya. Setelah melalui kreasi dengan daya imajinasinya, dengan daya kreasi dan imajinasi tersebut, sastrawan kemudian merefleksikan realitas kehidupan yang dihadapinya ke dalam karya fiksi. Oleh karena itu, kebenaran yang ada dalam dunia sastra tidak dapat disejajarkan dengan kebenaran pada dunia nyata.

Menurut Wellek dan Warren (dalam Al-ma’ruf dan Nugrahani, 2017:73), betapa pun syaratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, bangunan strukturnya koheren, dan mempunyai tujuan estetik. Melalui cerita, secara tidak langsung pembaca dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang ditawarkan pengarang.

Menurut Anwar (2009:49) “Fiksi merupakan salah satu wilayah utama bagi wanita dalam membuat ruangnya sendiri, untuk menampakkan apa yang sesungguhnya dialaminya, dan untuk membicarakan apa yang dirasakannya”. Prosa fiksi ialah prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi ceirta pada prosa fiksi tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Prosa fiksi disebut juga dengan karangan narasi sugestif atau imajinatif seorang pengarang. Prosa fiksi berbentuk Cerita Pendek (Cerpen), Novel, dan juga Dongeng.
  1. Cerita Pendek (Cerpen). Cerita Pendek (Cerpen) adalah cerita rekaan yang bersifat pendek dalam artian hanya berisi pengisahan dengan fokus pada satu konflik saja dengan tokoh-tokoh yang terbatas. Edgar Allan Poe (dalam Nurgiyantoro, 2010:10) menyatakan bahwa ” Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam yang suatu hal yang tidak mungkin dilakukan untuk sebuah Novel”.
  2. Novel. Novel merupakan salah satu bentuk sastra di samping cerita pendek, puisi dan drama. Novel adalah cerita rekaan yang menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan sesama dan lingkungannya, juga interaksinya dengan diri sendiri, dan Tuhan. Novel merupakan hasil dialog dan reaksi pengarang terhadap kehidupan dan lingkungannya, setelah melalui pengkhayatan dan perenungan secara intens. Novel merupakan hasil karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab kreatif sebagai karya seni yang berunsur estetik dengan menawarkan model-model kehidupan yang diidealkan oleh pengarang. Pengarang dengan secara bebas bisa menuangkan hasil pemikirannya kedalam bentuk tulisan seperti apa yang diinginkannya. Menurut pandangan Luckas (dalam Anwar, 2009:49) “Novel adalah kreasi realitas yang bertumpu pada konvensionalitas dunia objektif dan interioritas dunia subjektif pada sisi lainnya”. Alma’ruf dan Nugrahani (2017:76) mengatakan bahwa “Novel merupakan hasil pengalaman pengarang dalam menghadapi lingkungan sosialnya yang didapat dari imajinasi pengarang. Novel merupakan ungkapan kesadaran pengarang yang berhubungan dengan kepekaan, pikiran, perasaan, dan hasratnya dengan realitas yang dihadapi pengarang dipadu dengan pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, novel sering mengungkapkan berbagai realitas hidup yang terkadang tidak terduga oleh pembaca.
  3. Dongeng. Dongeng adalah cerita rekaan yang sama dengan Cerpen dan Novel. Namun di dalam dongeng, cerita yang dikisahkan adalah tentang hal-hal yang tidak masuk akal atau tidak mungkin terjadi. Contohnya saja, seorang manusia dapat menjelma sebagai seekor binatang, kemudian seekor binatang tersebut dapat berbicara layaknya seorang manusia. Hanya saja, dongeng dapat dijadikan sarana penyampaian nasihat tentang moral atau bersifat kiasan atau perlambangan (alegoris).

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon