Peralihan Hak Milik

Menurut hukum Islam yang dimaksud dengan hak atau milik secara etimologis adalah memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya. Adapun dari segi istilah, yang dimaksud dengan hak atau milik adalah suatu kekhususan terhadap sesuatu yang memberi kemungkinan kepada pemangkunya menurut hukum syara’ untuk secara bebas bertindak hukum terhadap sesuatu dimaksud serta mengambil manfaatnya sepanjang tidak terdapat penghalang dari syar’i.

Ekonomi kapitalis berdiri pada landasan hak milik secara individu atau khusus, yang memberikan setiap individu hak memiliki apa saja sesukanya dari barang barang yang produktif maupun komsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaannya dalam memiliki, membelanjakan, maupun mengeksploitasi kekayaan. Sedangkan dalam ekonomi Islam, hak milik dalam Islam baik hak milik individu maupun hak milik umum tidaklah mutlak tetapi terikat oleh ikatan untuk merealisasikan kepentingan orang banyak dan mencegah bahannya, yakni hal-hal yang membuat hak milik menjadi tugas masyarakat. Semua ikatan ini pada dasarnya kembali pada pandangan Islam tentang hak milik, bagi orang-orang yang mengamati nash-nash didalam Al-qur’an akan menemukan dasar-dasar tentang harta dengan segala bentuk dan macamnya bahwa semua itu adalah milik Allah SWT.

Dengan demikian seseorang yang telah mendapat sesuatu secara khusus maka kepadanya diberikan suatu kebebasan untuk bertindak hukum mengasingkan sesuatu yang khusus tersebut.

Akad yang sah, yakni akad yang secara mendasar dan aplikatif memang disyari’atkan. Akad yang memenuhi rukun-rukunnya dan aplikasinya secara bersamaan. Dalam hukum Islam dikenal beberapa titel transaksi untuk memperoleh atau peralihan hak milik, yaitu dari yang klasik sampai dengan cara-cara yang lazim dipraktikkan dewasa ini. Peralihan hak milik tersebut dapat melalui cara-cara berikut, antara lain:
  1. Jual beli
  2. Tukar menukar
  3. Infaq
  4. Sadaqah
  5. Hadiah
  6. Wasiat
  7. Wakaf
  8. Pewarisan
  9. Hibah
  10. Zakat
  11. Ihyaul mawat
Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridaan dan syari’at Islam.

Hukum Islam tidak secara khusus membedakan mana titel memperoleh hak yang hanya untuk tanah saja dan mana yang untuk benda lain non tanah. Namun dari bentuk-bentuk diatas ihyaul mawat satu-satunya cara yang langsung dihubungkan dengan tanah. Adapun zakat, kalau dikaitkan dengan tanah, lazimnya yang dizakatkan atau dipindahkan haknya bukanlah tanahnya sendiri. Tetapi hanya hasil tanah sepeti pertanian atau perkebunan.

Para ulama menafsirkan bahwa sedekah jariyah adalah wakaf. Seiring dengan sistem perkembangan ekonomi dan sosial, wakafpun mengalami perkembangan. Wakaf yang ada kini tidak hanya berupa tanah dan aset tak bergerak lainnya. Sekarang ini juga sudah diperkenalkan wakaf tunai.

Dengan adanya akad (perjajian), seseorang dapat memperoleh hak, misalnya dengan melakukan akad jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan sebagainya. Adapun objek akad yang menyebabkan berpindahnya hak milik itu ialah harta-harta mutaqawwin, yaitu harta milik yang dibolehkan mengambil manfaatnya, sehingga dengan akad itu berpindah pemilikan terhadap harta itu dari tangan seseorang ke tangan orang lain berdasarkan kerelaan keduanya. Semua perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari’at. Tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang diharamkan, dan kesepakatan untuk membunuh seseorang. Prinsip kepemilikan dalam Islam sebagai berikut:
  1. Allah SWT adalah penguasa tertinggi, sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
  2. Manusia hanyalah khalifah Allah SWT di muka bumi bukan pemilik sebenarnya.
  3. Semua yang dimiliki didapatkan manusia atas rahmat Allah, oleh karena itu manusia yang kuang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudaranya.
  4. Kekayaan harus dipiutar dan tidak boleh ditimbun.
  5. Esploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba harus dihilangkan.
  6. Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat mengiliminasi konflik individu.
Menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun yang sukarela, terhadap indivudu yang memiliki harta kekayaan yang banyak, untuk membantu para anggota masyarakat yang tidak mampu.

SUMBER :
  • Ismail Nawawi, Ekonomi Islam., (Surabaya: CV Media Putra Nusantara)
  • Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2015)
  • Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
  • AN Ubaedy, Hikmah Bersedekah, (Jakarta: Bee Media, 2009)
  • M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon