KEMUNGKINAN DAN KETERBATASAN PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seseorang disekolahkan oleh orang tuanya tentu agar menjadi seseorang yang cerdas dan berperilaku baik. Itu adalah tujuan diadakannya pendidikan di negara indonesia, yaitu Taqwa,Cerdas dan Terampil Dengan tujuan ini sudah seharusnyanya seseorang yang telah memasuki dunia pendidikan harus berbeda dengan orang yang belum pernah mengenyam pendidikan.Perbedaan itu tentu harus terlihat dari ketaqwaan,kecerdasan dan keterampilannya Akan tetapi faktanya sekarang antara orang yang bersekolah dengan orang yang tidak bersekolah memiliki akhlak yang sama, dengan demikian bisa dikatakan proses pendidikan di sekeloh-sekolah sekarang gagal. karena tidak bisa memberi pengaruh yang signifikan terhadap peserta didik. Hal tersebut timbul dikarenakan tujuan pendidikan itu sendiri yang simpang siur, tidak sedikit sekolah-sekolahan yang tidak mengerti akan kemungkinan dan keterbatasan dari pendidikan. Maka dari itu penyusun berusaha untuk mengemukakan tentang kemungkinan dan keterbatasan pendidikan yang sebenarnya dalam bentuk makalah yang diberi judul "KEMUNGKINAN DAN KETERBATASAN PENDIDIKAN".

B. PEMBAHASAN

1. Batas-Batas Pendidikan

Dalam pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas Pendidikan dapat diartikan sebagai ketidak mampuan atau ketidak berdayaan pendidikan dalam melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Pendidik. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk mencapai kedewasaanya.Yang dimaksud pendidik disini adalah orang tua dan guru. Keduanya memiliki peran yang sama penting dalam membantu proses pencapaian kedewasaan anak. Orang tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini, karena orang tua merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk bertinteraksi dengan pendidikan. Ketika anak berada di sekolah, orang tua memiliki keterbatasan dalam melakukan pendidikan terhadap anak. Untuk itulah guru melakukan peran pengganti sebagai orang tua yang akan melaksanakan pendidikan bagi anak, di sekolah.
  2. Aspek pribadi anak didik. Anak didik adalah sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang tidak tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah pendidikan.Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan.Anak didik harus diakui keberadaannya.Mereka tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti keinginan kita. Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga kita dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan demikian proses pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
  3. Alat pendidikan. Alat pendidikan merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.Alat pendidikan digunakan untuk mendidik anak secara pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan rumah setiap hari dalam rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena merupakan bagian dari keimanan, maka memberikan nasehat merupakan alat pendidikan, dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat bantu pendidikan. Alat pendidikan menurut langeveld dipilih atas empat aspek :
    1. Berhubung dengan tujuan pendidikan
    2. Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut
    3. Bahan perantara (medium) tempat pemakaian alat itu ditunjukkan, berhubungan dengan jenis bahan objek, yang hendak diolah untuk mencapai tujuan.
    4. Berhubungan dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut. Selanjutnya langeveld (1980) pengelompokan lima jenis alat pendidikan yaitu :
      1. Perlindungan. Perlindungan merupakan aspek pertama dalam melakukan pendidikan. Sebagai pendidik tentu saja kita harusa mampu memberikan perlindungan pada anak didik kita, karna tanpa semua itu anak tidak akan mau diajak dalam proses pendidikan. Perlindungan tersebut tidak hanya bersaifat fisik akan tetapi secara fsikisnya juga. Namun karena anak itu paling tidak bisa dilarang oleh karena itu sebagai pendidik kita harus memberikan perlindungan dalam bentuk pengawasan yang baik.
      2. Kesepahaman. Kesepahaman ini terjadi saat guru menjadi contoh untuk anak didiknya dengan memperhatikan secara tidak langsung, anak akan meniru apa yang gurunya lakukan. Tapi tetap saja kesepahaman ini bisa terjadi jika anak sudah merasa aman jika sedang bersama gurunya. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa alat pendidikan ini berhasil membawa anak untuk mengikuti apa yang gurunya lakukan, tentu saja peniruan untuk melakukan kesepahaman ini haruslah bersifat positif.
      3. Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan. Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan ini ialah berupa tanggung jawab. Misalnya saat sedang bermain seorang guru hendaknya memberikan kepercayaan pada anak didiknya agar anak didiknya mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan semua tugasnya.
      4. Perasaan bersatu. Perasaan bersatu ini akan timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang terus menerus. Misalnya karena kebiasaan pendidik dan anak didik yang selalu bersama-sama setiap hari disekolah dalam melewati pelajaran itu akan membentuk kenyamanan pada diri anak yang membuat perasaan bersatu itu muncul pada diri keduanya.
      5. Pendidikan karena kepentingan diri sendiri. Pedidikan karena kepentingan diri sendiri, berarti pad saat itu si anak sudah menyadari bahwa dirinya mempunyai kesadaran bahwa dirinya sudah mampu membentuk karakternya sendiri. Tugas seorang pendidik disini ialah memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anak didik untuk melaksanakan tugas sesuai keinginan hatinya.
  4. Waktu pelaksanaan. Pada saat anak usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan pendidikan melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan, norma dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau disebut juga dengan pendidikan pendahuluan.Perbedaan pendidikan pendahuluan dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik. Jadi pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungan wibawa itu ada, ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah bukan hanya atas dasar ikut-ikutan atau meniru orang lain.
  5. Aspek tujuan. Tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan.Tujuan pendidikan dibagi kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro.Tujuan pendidikan secara mikro adalah untuk menjadikan anak didik menjadi dewasa.Sedangkan secara makro yaitu menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya. Anak dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan sosial.
  6. Aspek lingkungan. Lingkungan tempat dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan merupakan lingkungan pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4 macam:
    1. Lingkungan alam fisik, Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam disekitar kita seperti tumbuhan, hewan, udara, rumah dan lain-lain.
    2. Lingkungan budaya, berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, seni dan lain-lain.
    3.  Lingkungan sosial, berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain, termasuk didalamnya tentang sikap, perilaku, norma antar setiap individu.
    4. Lingkungan spiritual, berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut masyarakat yang ada disekitar kehidupan dia.
Manakala faktor-faktor tersebut, ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering terjadi kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh bakat dan minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar, atau intelejensi anak yang rendah untuk materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak yang tidak mendukung untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik, atau psikis anak yang labil, atau back ground anak dari keluarga yang tidak mampu, broken home, berasal dari masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan, atau lingkungan sekolah yang diselenggarakan berada jauh dibawah ukuran standard (baik manajemen, pembelajaran dan fasilitasnya), maka semuanya itu menjadi pembatas bagi dilangsungkannya pendidikan bagi anak tersebut.

2. Kemungkinan Keberhasilan Pendidikan

a. Dua Aliran yang Ekstrim

Zakiah Daradjat (2014:51-54) menyatakan bahwa Tetapi jawaban yang mendasar dapat dilihat dari dua aliran yang bertolak belakang dalam memberi jawaban apa yang dapat dicapai oleh pendidikan. 
  1. Aliran Pesimisme dalam Pendidikan. Pendidikan sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Pendidikan hanyalah semata-mata mengubah lapis permukaan atau kulit dari watak anak didik sedang lapis yang lebih dalam dari kepribadian anak tidak perlu ditentukan. Singkatnya, apa yang patut dihargai dari pendidikan atau manfaat yang dapat diberikan oleh pendidikan tidak lebih dari sekedar memoles lapis permukaan peradaban dan tingkah laku sosial. Pandangan dengan corak demikian disebut “pendidikan pesimis”. Pendidikan pesimis dapat berjalan seiring dengan pandangan optimisme alamiah (naturalistisch optimisme ), artinya membiarkan anak terdidik secara alami yang sejalan atau senada dengan proses alam. Memang benar bahwa manusia itu tidak dapat dididik karena memang pada dasarnya manusia tidak memerlukan pendidikan, sebab sesungguhnya sifat asli manusia adalah baik.
  2. Aliran Optimisme dalam Pendidikan. Di pihak lain terdapat para ahli yang dengan bersemangat dan optimis menunggu hasil-hasil yang pasti dari upaya pendidikan. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan adanya pengruh warisan bakat dan pembawaan dan berpendapat bahwa manusia dapat dibentuk melalui pemilihan lingkungan yang tepat, perbaikan keadaan kehidupan sosial dan pengaruh-pengaruh yang bersifat medidik. Pertanyaan mendasar yang dicari jawabannya oleh kelompok ini telah dirumuskan oleh Claude Adrien Helvetius ( 1715-1771), salah seorang pemikir zaman “ Aufklarung “, yaitu : “ Bagaimana bisa terjadi agar manusia “ liar “ itu menjadi manusia yang kuat dan terampil, beradab serta kaya akan ilmu pengetahuan dan gagasan-gagasan?” Ketika itu manusia seolah-olah berkelas-kelas. Mereka membangkitkan kepercayaan bahwa lingkungan dan pendidikan dapa membentuk manusia ke arah mana saja yang dikehendaki pendidik.
b. Teori Konvergensi

Sekarang ambillah dua buah bibit kelapa yang “berpembawaan” baik. Apakah yang terjadi ? Bibit yang ditanamkan di dataran rendah tumbuh menjadi pohon yang besar dan banyak menghasilkan buah yang besar-besar, sedangkan pohon yang didataran tinggi di pegunungan yang tidak besar dan tidak berbuah atau kurang sempurna buahnya. Kesimpulan dari contoh-contoh ini ialah bahwa lingkungan menyebabkan perbedaan- perbedaan yang besar. Kemungkinan juga seorang anak desa yang bersahaja mempunyai kecakapan untuk bermain film, musik, ilmu pasti atau matematika, akan tetapi jika i selalu saja diam di desanya dan tidak bersekolah, kecakapan-kecakapan tadi tidak akan memperoleh kesempatan untuk berkembag. Anak itu tidak mendapat pengaruh lingkungan yang diperlukan, pembawaan dan lingkungannya tidak pengaruh mempengaruhi. Seandainya ia dididik dalam lingkugan yang sesuai dengan pembawaannya, tentu kecakapan-kecakapan tadi akan berkembang dengan semestinya.

3. Pandangan Islam Tentang Pengaruh Faktor Warisan Dan Lingkungan Serta Yang Dapat Dicapai Manusia Melalui Pendidikan

Pandangan Islam mengenai faktor warisan dan lingkungan dalam kaitannya dengan keterbatasan dan kemungkinan pendidikan dapat dilihat dari buku-buku filsafat Islam salah satu daripadanya adalah karangan Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, yang menjelaskan antara lain sebagai berikut :
  1. Warisan dan Lingkungan. Insan dengan seluruh perwakatan dan ciri pertumbuhannya adalah perwujudan dua dua faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan. Kedua factor ini mempengaruhi insane dan berintraksi dengannnya sejenak hari pertama ia menjadi embrio hingga ke akhir hayatnya. Oleh karena kuat dan bercampur aduknya peranan kedua factor ini, maka sukar sekali untuk merujuk perkembangan tubuh atau tingkah laku insane secara pastikepada salah satu dari kedua factor tersebut Dalam beberapa bagian, pertumbuhan jasmani itu dapat dirujuk kepada faktor keturunan, umpamanya warna rambut, mata, roman muka, beberapa pertumbuhan kepribadian dan sosial dapat dirujuk kepada factor lingkungan. Namun demikian pertumbuhan jasmani tidak semestinya senantiasa dipengaruhi oleh faktor keturunan. Demikian pula petumbuhan kepribadian dan kecenderungan sosial. Kadangkala pertumbuhan jasmani dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik yang berbentuk alamiah seperti iklim, perubahan musim dan sifat tanah, maupun yang bersifat sosio budaya seperti cara makan, cara memelihara badan dari penyakit dan rawatan. Di samping itu banyak pula kita dapati fenomena akhlak dan sosial dipengaruhi oleh kadar hormon yang dipancarkan oleh kelenjar, keadaan syaraf, kelancaran peredaran darah dan sebagainya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pertumbuhan akal dan emosi juga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkugan, umpamanya kecerdasan. Lingkungan dapat memainkan peranan pendorong dan penolong terhadap perkembangan kecerdasan ini, sehinggan insan dapat mencapai taraf yang setinggi-tingginya. Sebaliknya juga dapat merupakan penghambat yang menyekat perkembangan, sehingga seseorang tidak dapat mengambil manfaat dari kesediaan kecerdasan yang diwarisinya. Kadar pengaruh keturunan dan lingkugan terhadap insane berbeda-beda sesuai dengan segi-segi pertumbuhan kepribadian insan. Kadar pengaruh kedua faktor ini juga berbeda sesuai dengan umur dan fase pertumbuhan yang dilalui. Factor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi, yakni sebelum terjalinnya hubungan sosial dan perkembangan pengalaman. Sebaliknya pengaruh lingkungan lebih besar apabila insane mulai meningkat dewasa. Ketika itu hubungan dengan lingkungan alam dan manusia serta ruang geraknya sudah semakin luas. Dalam membicarakan soal keturunan ini terdapat pebedaan pendapat. Pendapat yang tampak lebih tepat ialah walaupun fakta keturunan bayak mempengaruhi bentuk tubuh dan akal, namun ia sedikit banyak mempengaruhi juga pertumbuhan akhlak dan kebiasaan sosial. Tetapi faktor keturunan tersebut tidaklah merupakan suatu yang tidak bisa dipengaruhi. Malah ia bisa dilentur dalam batas tertentu. Alat untuk melentur itu ialah lingkugan degan segala unsurnya sekarang. Lingkungan sekitar adalah faktor pendidikan yang terpenting.Di samping itu pengaruh warisan dalam pengertiannya yang luas dapat dibagi menjadi dua bagian pokok :
    1. Warisan alami atau fitrah ( internal ) yang dipindahkan oleh jaringan-jaringan benih.
    2. Warisan sosial ( external ) yang dipindahkan oleh faktor di luar diri ( unit-unit sosial ) terutama keluarga. Media yang berperan dalam bagian ini adalah pancaindera, akal, tradisi, serta jenis interaksi sosial yang beraneka ragam. Di antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadits nabi yang menjadi dasar pendapat adalah : وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (٧) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (٨) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (٩) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (١٠) Artinya: Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams 7-10)
  2. Perubahan Pada Manusia. Manusia dapat berubah karena wataknya yang luas dan lentur (fleksible), artinya watak insan itu bole dilenturkan, dibentuk dan diubah. iya mampu menguasai ilmu pengetahuan adat istiadat, nilai, tendensi atau aliran baru. Demikian pula iya dapat meninggalkan adat, nilai dan aliran lama karena interaksi sosial baik dengan lingkungan yang bersifat alam maupuan kebudayaan. Proses pembentukan indentitas, sifat dan watak ataupun memupuk dan memajukan ciri-cirinya yang unik dinamakan sosialisasi, atau proses “permasyarakatan”. Mudah atau susahnya proses ini bergantung kepada usia dan cara yang dugunakan. Fleksibilitas tersebut dapat di tinjau dari segi fsiologi, ialah hasil dari jaringan urat syarat dan sel-sel otak. Syraf dapat di pengaruhi oleh perulangan latihan yang menghasilkan kebiasaan. Berulang-ulang melakukan suatu pekerjaan dapat menambah minat dan kecenderungan kepada pekerjaan itu. Kecenderungan ini akhirnya berubah menjadi adat, lalu adat membentuk kelakuan manusia. Dapat di pastikan bahwa 99 persen dari perbuatan yang di lakukan oleh manusia merupakan kelakuan yang otomatik. Sbab itu para cerdik pandai mengatakan adat itu adalah “tabiat yang kedua”. Namun betapapun adat itu terserap dalam diri, ia masih dapat di ubah. Tetapi tidaklah mudah lagi jika ia sudah mencapai taraf keterampilan. Menurut Islam kelakuan, kebiasaan, keahlian, kemahiran, dan pikiran manusia dapat berubah. Malah dalam beberapa hal mesti berubah. Perubahan itu tidak terjadi otomatis atau lantaran motifasi kebendaan atau kesan dari perkembangan efolusi seperti yang diungkapkan oleh pengikut teori evolusi, tetapi oleh proses pelajaran yang dilalui sejak bayi sampai akhir hayatnya. Disamping itu dibantu oleh tabiat dan perwatakan yang mudah dilentur. Dalam hubunan ini Allah berfirman : وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (٧) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (٨) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (٩) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (١٠) Artinya: Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams 7-10) وَاللہُ اَخْرَجَکُمۡ مِّنۡۢ بُطُوۡنِ اُمَّہٰتِکُمْ لَا تَعْلَمُوۡنَ شَیْـًٔا ۙ وَّ جَعَلَ لَکُمُ السَّمْعَ وَالۡاَبْصٰرَ وَالۡاَفْـِٕدَۃَ ۙ لَعَلَّکُمْ تَشْکُرُوۡنَ ﴿۷۸﴾ Artinya: Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Ini berarti manusia itu lahir ke dunia tidak mengetahui apa-apa tentang alam ini. Oleh karena itu Allah membekalinya dengan alat indera dan akal, yang dengan itu ia dapat mencari ilmu dan alat untuk mengetahui. Dengan sendirinya manusia bertanggung jawab penuh kepada Allah.

DAFTAR PUSTAKA
  • Darajat, Zakiah. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : BUMI AKSARA
  • Soleha, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung : SHIDDIQ PRESS
  • Razak, Nasruddin. 1973. Dienul Islam. Bandung : ALMA’ARIF
  • Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu pendidikan teoritis dan praktis. Bandung : REMAJA ROSDAKARYA
  • Aly Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : LOGOS WACANA ILMU
  • http:ilmu pendidikan islam,kemungkinan dan keterbasan pendidikan. com

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon