Ibadah

Pengertian Ibadah

Makna ibadah menurut Bahasa, yaitu al-‘abdiyah, al-‘ubudiyah, dan al-‘ibadah artinya taat. Makna dasar dari al-‘ubudiyah adalah ketundukan dan kepasrahan, sementara at-ta’bid artinya kepasrahan. Dikatakan, thariq (jalan) mu’abbad dan unta yang mu’abbad, artinya yang sudah disiapkan. Sedangkan ‘ubudiyah artinya menampakkan ketundukkan, walaupun kata ibadah lebih dalam maknanya karena merupakan puncak ketundukan dan tidak ada sesuatu pun yang berhak mendapat penghambaan, kecuali yang memiliki puncak keutamaan, yaitu Allah SWT berfirman:

Artinya: “Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira dari-Nya untkmu”. (QS. Hud 11: 2)

Artinya: “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”. (QS. Al-Fatihah 1: 5)

Sedangkan makna ibadah menurut Istilah yaitu sesuai dengan pemakaian secara etimologis dari kata ‘a-ba-da, Al-Maududi berpendapat bahwa makna utama ibadah adalah jika seseorang menyatakan ketinggian dan kekuasaannya lalu ia menyerahkan kebebasan dan kemerdekaannya serta meninggalkan semua perlawanan dan pembangkangan lalu ia tunduk secara total. Inilah makna hakiki yang terkandung dalam kata ibadah, ‘ubudiyah. Bahkan, ketika orang arab mendengar kata hamba atau ibadah, maka yang pertama kali terbetik dalam pikiran mereka adalah gambaran tentang sebuah penghambaan sebagaimana penghambaan seorang budak kepada tuannya.

Ibadah kepada sesuatu yang disembah adalah ketaatan yang tulus dan ini tidak berlaku kecuali untuk Allah Yang Maha Esa, lebih khusus dari sekedar taat kepada siapa pun jua. Setiap ibadah adalah ketaatan dan tidak semua ketaatan adalah ibadah. Jika kamu melaksanakan perintah kedua orangtuamu atau orang yang menjadi walimu, kamu bisa disebut taat, namun tidak bisa dikatakan kamu menghamba kepada mereka. Jadi, ibadah itu lebih tinggi kedudukannya dari pada ketaatan. Ia adalah tangga spiritual bagi seorang hamba untuk sampai pada suatu tempat di mana ia bisa melihat Dzat Yang Mahabenar, dan jika mereka belum sampai pada tingkatan ini hendaklah mereka menyadari bahwa Allah selalu mengawasi mereka. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat 51: 56)

Imam Ad-Dihlawi berpendapat bahwa ibadah merupakan hak Allah kepada hamba-Nya, mereka dituntut untuk menunaikan kewajiban ini sama seperti tuntutan orang-orang yang tersangkut haknya dengan orang lain dengan dalil sabda Rasulullah SAW kepada Mu’adz bin Jabal:

“Wahai seorang hamba dari Allah?” Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu”. Rasulullah SAW menjawab, “Hak Allah dari hamba-Nya agar mereka menyembah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu dan hak seorang hamba dari Allah agar ia tidak disiksa jika tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu”.

Jika seorang hamba tidak mantap keyakinannya maka seluruh amalnya akan menjadi sia-sia, terabaikan, tidak ada pahala dan keharusan, sama seperti seorang dahriy (yang tidak yakin alam akhirat), ibadahnya tidak diterima walaupun dikerjakan dengan seluruh anggota tubuh dan hati, pintunya menuju Allah tertutup, tidak ubahnya seperti sebuah rutinitas biasa.

Ibadah adalah suatu bentuk ketaatan dengan ketundukan secara penuh dan tidak ada yang berhak menerimanya kecuali yang memberi nikmat dengan jenis nikmat yang paling tinggi, seperti kehidupan, kepahaman, pendengaran dan penglihatan. Ibadah itu suatu macam ketundukan yang mencapai puncaknya, tumbuh dari perasaan hati terhadap keagungan yang disembah, tidak diketahui asal mulanya, keyakinannya terhadap kekuasaannya yang tidak dijangkau pengertian dan hakikatnya.

Ibadah tidak hanya terbatas pada shalat, puasa, haji, zakat, dan semua turunannya seperti membaca Al-Qur’an, dzikir, doa, dan istigfar, seperti yang dipahami oleh kebanyakan kaum muslimin ketika mereka diajak untuk beribadah kepada Allah.

Ibadah adalah nama sebutan bagi segala sesuatu yang disukai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan, perbuatan, yang tampak maupun yang batin. Shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur, menjalankan amanah, berbakti kepada orang tua dan menjaga tali silaturrahim, memenuhi janji, amar makruf nahi mungkar, berjihad melawan orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, orang yang berjuang dijalan Allah, hamba sahaya, termasuk bintang peliharaan, doa, dzikir, membaca Al-Qur’an, dan yang lainnya. Termasuk juga, mencintai Allah dan Rasul-Nya, rasa nikmat, ridha dengan qadha, tawakal, berharap akan rahmat khawatir dengan azab dan yang lainnya, semuanya termasuk ibadah.

Ibadah ialah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah yang berupa perkataan dan amalan yang nyata, seperti mengucap dua kalimat syahadat, shalat, zakat dan lainnya. Adapun amalan hai, misalnya adalah cinta dan benci karena Allah SWT.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rukun utama dari bangunan Islam itu terdiri dari sebagian kecil makna ibadah kepada Allah dan bukan semuanya seperti yang diinginkan oleh Allah dari hamba-Nya.

Tujuan Ibadah

Ibadah mempunyai tujuan pokok yaitu menghadapkan diri kepada Allah SWT dan dengan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat, agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik, untuk menghindarkan diri dari perbuatan keji dan munkar. Tujuan ibadah lainnya yaitu untuk mencari keridha’an Allah, mengharapkan pahala-Nya di akhirat, dan dikerjakan sebagai tanda pengabdian kepada Allah SWT.

Tujuan ibadah ini adalah agar umat umat islam dapatmemperoleh petunjuk tentang bagaimana tata cara melaksanakan rangkaian kegiatan ibadah, yang merupakan manifestasi dari kepercayaan kepada Allah dan Rasul-Nya dan sebagai bukti pengabdian dan ketaatan manusia kepada Allah SWT.

Ada lima tujuan yang harus dicapai melalui ibadah:

Pertama, memuji Allah SWT dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak, seperi ilmu, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Artinya, kesempurnaan sifat-sifat Allah SWT tak terbatas, tak terikat syarat, dan meniscayakan kemandirian-Nya tanpa membutuhkan yang lain.

Kedua, menyucikan Allah SWT dari segala cela dan kekurangan, seperti kemungkinan untuk binasa, terbatas, bodoh, lemah, kikir, semena-mena, dan sifat-sifat tercela lainnya.

Ketiga, bersyukur kepada Allah SWT sebagai sumber segala kebaikan dan nikmat. Segala kebaikan yang kita dapatkan berasal dari-Nya, sedangkan segala sesuatu selain kebaikan hanyalah yang Allah SWT ciptakan.

Keempat, menyerahkan diri secara tulus kepada Allah SWT dan menaati-Nya secara mutlak. Mengakui bahwa Allah SWT yang layak ditaati dan dijadikan tempat berserah diri. Allah SWT yang berhak memerintah dan melarang kita, karena Allah SWT adalah Tuhan kita. Kita semua wajib taat dan menyerahkan diri kepada-Nya sebab kita adalah hamba-Nya.

Kelima, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah apapun yang disebutkan di atas. Allah SWT satu-satunya yang Mahasempurna, Mahasuci dari segala cela dan kekurangan. Dan Allah SWT satu-satunya pemberi nikmat yang sebenarnya, serta pencipta segala kenikmatan. Karena itu, segala bentuk syukur layak dipanjatkan hanya kepada-Nya. Allah SWT satu-satunya yang layak ditaati dan dijadikan tempat berserah diri secara tulus. Ketaatan kepada Nabi, Imam, Pemimpin, Agama, atau Guru harus dilakukan dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT. Inilah sikap yang layak bagi seorang hamba di hadapan penciptanya yang Mahaagung. Sikap semacam itu hanya boleh dilakukan kepada Allah SWT yang benar-benar nyata keagungan dan kebesaran-Nya.

Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk mematuhi perintah Allah SWT, bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya dan melaksanakan hak sesama manusia. Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan manfaat kepada kehidupan manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas.

Ikhlas. Hidup beribadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, digunakan untuk menunaikan amanah-Nya sebagai khalifah-Nya dimuka bumi, membangun dan mengatur dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya demi kemakmurannya dengan mematuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturannya. Semuanya dilakukan atas fondasi keikhlasan kepada Allah SWT semata.

Ittiba’. Rangkaian ketentuan ibadah berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya, maka manusia hanya bersikap taat dan patuh saja. Manusia tidak diperkenankan menambah dan mengurangi ketentuan tersebut. Kebebasan manusia dalam berbuat hanya dalam mu’amalah (hubungan manusia dengan manusia) dengan mematuhi ketentuan ajaran Islam.

Macam-Macam Ibadah
  1. Ibadah Mahdhah. Ibadah mahdhah merupakan ibadah yang aturan dan pelaksanaannya sudah diatur oleh syariat melalui Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena aturannya sudah rinci maka dibutuhkan pengetahuan yang memadai untuk menjalankannya. Seperti firman Allah SWT: Artinya: “Dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat". (Q.S An-Nisa 4: 77). Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q.S Al-Baqarah 2: 183). Yaitu ibadah khusus (atau disebut juga ibadah mahdhah), maksudnya adalah ibadah langsung kepada Allah tata cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau telah di contohkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu, pelasanaannya sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasul. Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Firman Allah SWT: Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya”. (Q.S Al-Hasyr 59: 7). Ibadah mahdhah ini adalah shalat (termasuk di dalamnya thaharah), puasa, zakat, haji.
  2. Ibadah Ghairu Mahdhah. Ibadah ghairu mahdhah merupakan semua perbuatan yang dibolehkan oleh syara’ untuk dilakukan, dengan cara yang baik dan terpuji dan diamalkan semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT. Yaitu ibadah umum (atau disebut juga ibadah ghairu mahdhah), maksunya adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya tidak diatur secara rinci oleh Allah SWT dan Rasulullah. Atau segala amal perbuatan yang titik tolaknya ikhlas, tujuannya mencari ridha Allah dan garis amalnya amal shaleh. Ibadah umum ini berupa hubungan antara manusia dengan manusia atau dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Bentuk ibadah ini umum sekali, berupa aktivitas kaum muslim (baik tindakan, perbuatan, maupun perkataan) yang halal (tidak dilarang) dan didasari dengan niat karena Allah SWT. Ibadah umum mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, yaitu segala amal kebajikan yang dilakukan oleh manusia muslim-mukmin dengan niat ibadah dan semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT. Ibadah ghairu mahdhah ini yaitu seperi belajar, dzikir, tolong-menolong, bershalawat dan lain sebagainya.
SUMBER :
  • Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita Empat Madzhab, (Bandung: Ahsan Publishing, 2010)
  • Shalih bin Abdullah Al-Laahim, Fiqih Darah Wanita, (Surabaya: Pustaka Elba, 2015)
  • Muhammad Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah: Kitab Ibadah Sepanjang Masa, (Depok: Fathan Media Prima)
  • Umi Farikhah Abdul Mu’ti, Panduan Praktis Wanita Haid, (Wanita Salihah. Com, 1437 H/2017)
  • Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih fikih sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007)
  • Ali bin Sa’id bin Ali Al-Hajjaj Al-Ghamidi, Fikih Wanita, (Jakarta: Aqwam, 2012)
  • Sulaiman Al-Faifi, Ringkasan fikih sunnah, (Jakarta: Beirut Publishing, 2014)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon