Makalah Pendidikan Karakter untuk Anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum yang diterapkan oleh sistem pendidikan di Indonesia saat ini menekankan pada pembentukan karakter. Pendidikan karakter tersebut diterapkan di seluruh tingkat pendidikan, dari mulai pendidikan dasar, menengah, hingga ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Karakter yang harus dimiliki meliputi perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli, toleran, serta santun dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial.

Sebelum anak mulai memasuki lembaga pendidikan resmi seperti sekolah, keluarga sebagai sistem sosial pertama yang ditemui oleh anak sebenarnya bisa menjadi sarana utama dalam menerapkan karakter-karakter tersebut. Orang tua bisa berperan penuh dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak, sementara anggota keluarga yang lain bisa ikut mendukung.

Pengembangan karakter anak dimulai dari lingkungan orang tua dan keluarga. Sebagai orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk memupuk dan mengambangkan kepribadian anak. Oleh karena itu seyogyanya seoarang orang tua mulai memupuk dan menanamkan konsep pembelajaran karakter, nilai-nilai akidah dan akhlak kepada setiap anaknya. Karena guru pertama seorang anak adalah orang tua. Baik atau buruknya karakter seorang anak itu dimulai dari lingkungan keluarganya. Dan barulah sewaktu anak diserahkan disekolah guru mulai mengembangkan pendidikan karakter yang sudah ada bekalnya didalam diri anak, maka pendidikan karakter dimulai dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Jadi peran Orang tua sangat penting untuk mengembangkan karakter pada diri seorang anak

B. Rumusan Masalah
  1. Pengertian Karakter
  2. Pembentukan karakter dalam keluarga menurut Al Qur’an dan Hadits
  3. Pembentukan Karakter dalam masyarakat menurut Al Qur’an dan Hadits

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter

Secara etimologi, karakter (character) berarti mengukir dan sifat kebajikan. Secara konseptual, konsep karakter dapat diartikan sebagai usaha-usaha terus menerus seorang individu mengelompok dengan berbagai cara untuk mengukir, mengembangkan, atau melembagakan sifat kebajikan pada dirinya sendiri atau pada orang lain.

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperament, watak”. Adapaun berkarakter adalah berkepribadian, berprilaku, bersifat dan berwatak.

Berikut adalah pengertian karakter menurut para ahli :
  1. Menurut Poerwadarminta, karakter berarti tabiat, watak sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain (Syarbini, 2012:13).
  2. Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan (Fathul Muin, 2011:160).
  3. Menurut Coon, karakter adalah suatu penilaian subjektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat (Zubaedi, 2011:8).
  4. Menurut Mansur Muslich (2010:70), karakter adalah cara berfikir dan berperilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam keluarga, masyarakat dan negara.
Pembentukan karakter telah menjadi keinginan semua orang, karakter yang baik lebih dari sekedar perkataan, melainkan sebuah pilihan yang membawa kesuksesan. Maxwell (2001) mengungkapkan bahwa pembentukan karakter bukan anugrah melainkan dibentuk sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan, kebiasaan, keberanian usaha keras dan bahkan dibentuk dari kesulitan hidup.

Secara psikologis dan sosiologis pada manusia terdapat hal-hal yang berkaitan dengan terbentuknya karakter. Unsur-unsur ini menunjukan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur tersebut antara lain :

a. Sikap

Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan dianggap cerminan karakter seseorang tersebut. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada di hadapannya, biasanya menunjukan bagaimana karakter orang tersebut. Jadi, semakin baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter baik. Dan sebaliknya, semakin tidak baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter yang tidak baik.

b. Emosi

Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. Tanpa emosi, kehidupan manusia akan terasa hambar karena manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa. Dan emosi identik dengan perasaan yang kuat.

c. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting dalam membangun watak dan karakter manusia. Jadi, kepercayaan memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan dengan orang lain.

d. Kebiasaan dan Kemauan

Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis pada waktu yang lama, tidak direncanakan dan diulangi berkali-kali. Sedangkan kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang karena kemauan berkaitan erat dengan tindakan yang mencerminkan perilaku orang tersebut.

e. Konsepsi diri (Self-Conception)

Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar tentang bagaimana karakter dan diri seseorang dibentuk. Jadi konsepsi diri adalah bagaimana saya harus membangun diri, apa yang saya inginkan dari, dan bagaimana saya menempatkan diri dalam kehidupan.

B. Pembentukan Karakter Dalam Keluarga menurut Al Qur’an dan Hadits

Dalam keluarga yang berperan penting dalam proses pembentukan karakter pada anak adalah orang tua dan yang paling dominan adalah ayah atau kepala keluarga yang berkewajiban mempin dalam suatu keluarga. Dalam kehidupan keluarga kita harus membiasakan menerapkan nilai-nilai kebiaasaan-kebiasaan positif yang pada akhirnya akan diteruskan oleh si anak pada lingkungan sosial yang lebih besar, yakni di sekolah dan masyarakat. Dalam keluarga kita dapat menanamkan sikap jujur dan terbuka pada anak, memberi kesempatan anak berpendapat dalam menentukansebuah pilihan, mengajak anak berunding, dan mengajak anak untuk ikut berbagi peran dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Hal itu bagian dari proses membangun karakter anak. Saling tolong-menolong sesama anggota keluarga. Membiasakan anak mengeksplor dirinya. Memberi kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak hendaknya berorientasi pada kebutuhan anak sebagai makhluk biopsikososial religius serta menggunakan cara-cara yang sesuai dengan perkembangan anak, baik perkembangan fisik-biologisnya, perkembangan psikisnya, perkembangan sosial serta perkembangan religiusitasnya. Selain itu dalam keluarga harus dilakukan pembiasaan sifat – sifat atau sikap – sikap yang baik yang diperoleh dalam lingkungan sekolah atau masyarakat yang dapat membentuk karakter anak.

Cara yang lain yang dapat dilakukan adalah dengan metode belajar pengalaman. Salah satu contoh pembiasaan sederhana membentuk karakter anak dalam keluarga adalah dengan mengajarkan pembiasaan berdoa sebelum melakukan suatu hal contohnya ketika akan makan, tidur,dll. Pada intinya keluarga adalah lingkungan yang sangat penting dalam perkembangan pembentukan karakter pada anak ketika anak sudah tidak dalam lingkungan sekolah atau masyarakat.

Dalam Islam, karakter itu identik dengan akhlak. Akhlak menurut bahasa Arab, berarti perangai, tabiat, kelakuan, watak dasar, kebiasaan, peradaban yang baik, dan agama.

Pembentukan karakter Islam merupakan upaya yang terencana dan sistematis untuk menjadikan seseorang mengenal, peduli dan menginternalisasikan nilai-nilai Islam sehingga seseorang tersebut berprilaku sebagai insan kamil. Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik, sehingga anak menjadi paham, mampu merasakan dan mau melakukan yang baik.

Secara singkat prinsip-prinsip akhlak atau karakter dalam rangka melakukan hubungan antar manusia dalam keluarga bisa dikelompokkan menjadi beberapa bagian :

a. Membina Akhlak/Karakter dengan Orang Tua

Yang dimaksud orang tua di sini adalah orang yang melahirkan kita, yaitu bapak dan ibu. Bergaul dengan orang tua tidak sama seperti bergaul dengan orang-orang lain atau teman-teman sebaya kita. Orang tua memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hadapan kita, sehingga kita harus menghormati mereka dan patuh terhadap perintah perintahnya. Di antara ayat al-Qur’an yang menjadi dasar pendidikan akhlak kepad orang tua adalah, seperti ayat di bawah ini :

يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (Q.S. Luqman ayat 17-18)

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa kita di haruskan mengikuti keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya, selama semuanya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Apabila di antara hal itu ada yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka tidak ada kewajiban bagi si anak untuk mengikuti orang tuanya, tetapi si anak harus menolaknya dengan cara yang baik dan penuh rasa hormat.

b. Membina Akhlak/Karakter dengan Orang yang Lebih Tua

Orang yang lebih tua adalah orang yang memiliki usia yang lebih tua dari usia kita, baik sedikit terpautnya maupun banyak. Orang ini bisa saja masih saudara kita, seperti kakak, paman, bibi, dan kerabat kita yang lain, atau bukan saudara kita. Terhadap orang yang lebih tua ini, yang kita lakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan terhadap kedua orang tua, selama orang yang lebih tua itu patut untuk diperlakukan seperti itu. Islam mengajarkan agar seorang Muslim menghormati orang lain dan tidak memandang rendah dan hina kepada mereka, apalagi jika mereka pantas mendapatkan penghormatan itu. Menghormati orang yang lebih tua dinilai sebagai salah satu sikap dasar yang paling penting yang menjadi identitas Islam dalam masyarakat.

Terkait dengan hal tersebut di atas Nabi Saw. bersabda: “Tidak termasuk golongan ummatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak menunjukkan rasa sayang kepada yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak orang alim di antara kita.” (HR. Ahmad dan al-Thabarani).

Menghormati orang yang lebih tua merupakan indikasi suatu masyarakat yang berperadaban, yang anggota-anggotanya memiliki pemahaman tentang moralitas manusia. Nabi memberikan contoh dalam hal ini seperti yang diceritakan dalam sebuah hadisnya, yakni ketika Nabi bersabda kepada ‘Abdurrahman ibn Sahl, juru bicara sebuah delegasi usianya termuda. Nabi mengatakan kepadanya: “Biarlah orang yang lebih tua darimu yang berbicara, biarlah orang yang lebih tua darimu yang berbicara.” Maka ‘Abdurrahman pun terdiam, sehingga orang yang lebih tua darinya segera angkat bicara.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

c. Membina Akhlak/Karakter dengan Orang yang Lebih Muda

Dasar adanya perintah untuk menyayangi yang lebih muda ini adalah sebuah hadis seperti yang sudah disebutkan di atas (bersama-sama dengan perintah untuk menghormati yang lebih tua). Yang harus kita lakukan dalam rangka berhubungan dengan orang-orang yang lebih muda adalah sebagai berikut : 
  1. Jika mereka itu saudara kita, maka kita harus memberikan kasih sayang kita yang sepenuhnya dengan ikut merawatnya, membimbingnya, mendidiknya, dan membantunya jika mereka membutuhkan bantuan kita. Tentu saja apa yang kita lakukan ini dalam rangka membantu orang tua dalam mengasuh dan membesarkan mereka;
  2. Jika mereka bukan saudara kita, kita tetap harus menyayangi mereka dengan menunjukkan kasih sayang kita kepada mereka. Jangan sekali-kali kita menyakiti mereka dan melakukan sesuatu yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka, baik dari segi fisik maupun mental atau kejiwaan mereka. Jika mereka ini usianya masih belia, kita harus memberikan perhatian yang khusus dengan membantu mereka dalam berbagai hal sesuai dengan perkembangan usia dan jiwa mereka.
d. Membina Akhlak/Karakter dengan Teman Sebaya

Teman sebaya adalah orang-orang yang memiliki usia yang hampir sama dengan usia kita dan menjadi teman atau sahabat kita. Kepada mereka ini kita harus dapat bergaul dengan sebaik-baiknya. Mereka ini adalah orang-orang yang sehari-harinya bergaul dengan kita dan menemani kita baik di kala suka maupun di kala duka.

e. Membina Akhlak/Karakter dengan Lawan Jenis

Yang dimaksud dengan lawan jenis di sini adalah orang-orang yang memiliki jenis kelamin yang berbeda dengan kita. Terhadap orang-orang yang menjadi lawan jenis kita, Islam memberikan aturan yang khusus yang harus kita pegangi dalam rangka bergaul dengan mereka.

Karakter yang harus kita bangun dalam rangka berhubungan dengan orang-orang yang menjadi lawan jenis kita adalah :
  1. Tidak melakukan khalwat, yaitu berdua-duaan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak mempunyai hubungan suami isteri dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga. Termasuk dalam pengertian khalwat adalah berdua-duaan di tempat umum yang di antara mereka tidak saling mengenal, atau saling mengenal tetapi tidak ada kepedulian, atau tidak mempunyai kontak komunikasi sama sekali sekalipun berada pada tempat yang sama, seperti di pantai, pasar, restoran, bioskop, dan tempat-tempat hiburan tertutup lainnya. Nabi Saw. melarang kita melakukan khalwat dengan sabdanya: “Jauhilah berkhalwat dengan perempuan. Demi (Allah) yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang perempuan kecuali syetan akan masuk di antara keduanya.” (HR. al-Thabrani); 
  2. Tidak melakukan jabat tangan, kecuali terhadap suami atau isterinya, atau terhadap mahramnya. Berjabat tangan kepada lawan jenis yang bukan suami/isteri atau mahram akan membuka pintu syahwat yang dapat menjurus kepada hal-hal yang lebih berbahaya, yakni perzinaan;
  3. Mengurangi pandangan mata, kecuali yang memang benar-benar perlu. Pandangan yang melebihi batas juga dapat menjurus ke arah perzinaan;
  4. Tidak boleh menampakkan aurat di hadapan lawan jenisnya dan juga tidak boleh saling melihat aurat satu sama lain; 
  5.  Tidak melakukan hal-hal yang menjurus kepada perzinaan, seperti bergandengan tangan, berciuman, berpelukan, dan yang sejenisnya, apalagi sampai melakukan perzinaan (QS. al-Isra’ [17]: 32).
f. Membina Akhlak/Karakter dengan Suami/ Isteri

Pernikahan dalam Islam merupakan suatu perjanjian (akad) yang diberkahi oleh Allah Swt. antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami dan isteri yang dengannya menjadi halal hubungan antara keduanya yang sebelumnya haram. Dengan pernikahan inilah keduanya dapat mengarungi dunia keluarga dalam proses yang panjang diwarnai dengan rasa cinta dan kasih, saling tolong menolong, saling pengertian dan toleransi, masing-masing saling memberikan ketenangan bagi yang lainnya, sehingga dalam perjalanan panjang itu keduanya mendapatkan ketenangan, ketenteraman, dan kenikmatan hidup (al-Hasyimy, 1997: 143).

Al-Quran melukiskan kehidupan yang dibangun suami isteri ini dengan gambaran yang penuh kelembutan, di dalamnya tersebar nilai-nilai cinta, keharmonisan, kepercayaan, saling pengertian, dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. al-Rum [30]: 21).

Dari ayat di atas terlihat bahwa salah satu tujuan pernikahan dalam Islam adalah mewujudkan keluarga yang sakinah (tenteram). Terbentuknya keluarga sakinah itu didukung oleh dua faktor, yakni adanya mawaddah dan rahmah dalam keluarga tersebut.

g. Pendidikan Karakter untuk Anak

Anak merupakan merupakan penyejuk pandangan mata (qurrata a’yun), sumber kebahagiaan, dan belahan hati manusia di dunia ini. Keberadaan anak dalam suatu keluarga menjadikan keluarga itu terasa hidup, harmonis, dan menyenangkan, sebaliknya ketiadaan anak dalam keluarga menjadikan keluarga terasa hampa dan gersang, karena kehilangan salah satu ruh yang dapat menggerakkan keluarga itu. Di mata seorang bapak, anak akan menjadi penolong, penunjang, pemberi semangat, dan penambah kekuatan. Di mata seorang ibu, anak menjadi harapan hidup, penyejuk jiwa, penghibur hati, kebahagiaan hidup, dan tumpuan di masa depan (al-Hasyimy, 1997: 199).

Tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya bukan merupakan tanggung jawab yang ringan tetapi cukup berat. Orang tua harus menjaga anak dan seluruh anggota keluarganya selamat dari siksa api neraka (QS. al-Tahrim [66]: 6). Dengan tanggung jawab seperti ini, Islam menjadikan orang tua, khususnya ibu, bertanggung jawab penuh pada pendidikan keislaman secara detail bagi anak-anaknya. Islam mengharuskan orang tua untuk mendidik anak-anaknya beribadah kepada Allah sejak usia mereka masih muda. Rasulullah Saw. bersabda: “Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka enggan melakukannya pada saat mereka berusia sepuluh tahun.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan al-Hakim).

C. Pembentukan Karakter dalam Masyarakat menurut Al Qur’an dan Hadits

Lingkungan adalah salah satu tempat yang menentukan proses pembentukan karakter diri seseorang. Lingkungan yang positif bisa membentuk diri seseorang menjadi pribadi berkarakter positif, sebaliknya lingkungan yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk pribadi yang negatif pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter-karakter individu yang ada di dalamnya. Seorang anak kecil yang terbiasa berkata kotor, tentu saja ia meniru dari sekitarnya. Hal itu terjadi karena hasil meniru dari lingkungannya. Untuk mengatasinya, lebih baik dengan cara mengatasi dari sumber masalahnya.

Lingkungan yang berkarakter sangatlah penting bagi perkembangan individu. Lingkungan yang berkarakter adalah lingkungan yang mendukung terciptanya perwujudan nilai-nilai karakter dalam kehidupan, sepeti karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran/amanah, diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka tolong-menolong, gotong royong/kerjasama dan lain-lain. Karakter tersebut tidak hanya pada tahap pengenalan dan pemahaman saja, namun menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat susah membentuk lingkungan yang berkarakter. Semua itu harus dimulai dari diri sendiri yang selanjutnya diteruskan dalam lingkungan keluarga. Diri sendiri harus dibenahi terlebih dahulu sebelum membenahi orang lain. Biasakan membangun pola pikir positif, melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, membangun karakter diri yang pantang menyerah.

Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki Al-Qur’an adalah masyarakat yang adil, berdasarkan etika dan dapat bertahan di muka bumi, dan model masyarakat seperti itu hanya mungkin terwujud jika memiliki ideologi. Manusia memiliki kebutuhan fitri untuk mempertahankan hidupnya, oleh karena itu manusia terdorong untuk memiliki jaminan ekonomi dan jaminan rasa aman. Semua tatanan masyarakat sebenarnya dimaksud untuk memperoleh dua hal tersebut. Oleh karena itu, tuntunan Al-Qur’an dalam membangun masyarakat juga mengedepankan infrastruktur kesejahteraan social bagi terwujudnya dua jaminan tersebut.

Adapun pembentukan karakter dalam masyarakat yang tercermin di dalam Al Qur’an diantaranya :

1. Meninggalkan Pekerjaan yang Tidak Bermanfaat

وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ

Artinya : dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. QS. Al-Mukminun (23) : 3

2. Rendah Hati

وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰما

Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. QS. Al-Furqan (25) : 63

3. Mau Membayar Zakat dan tidak Berlebihan (proporsional)

وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ

Artinya : dan orang-orang yang menunaikan zakat

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ قَوَام

Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian QS. Al-Furqan (25): 67

4. Memelihara Amanat dan Menepati Janji

وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ

Artinya : Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya QS. Al-Mukminun (23) : 8

5. Tidak Memberi Kesaksian Palsu

وَٱلَّذِينَ لَا يَشۡهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَامٗ

Artinya : Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya QS. Al-furqan (25): 72

Ada beberapa hadits Nabi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat dijadikan sebagai pembentuk karakter pada diri seseorang, diantaranya :

6. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam :

‏ «من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليقل خيراً أو ليصمت»

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ucapkanlah yang baik-baik atau diam”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini melatih kemampuan untuk menjaga dan mengontrol lisan.

7. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :

‏«من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه»

“Di antara kebaikan Islam (agama) seseorang, ia meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya”. (HR. At-Tirmidzi, hasan)

Hadits ini melatih kemampuan meninggalkan hal-hal berlebihan yang tidak bermanfaat.

8. Ketika seorang berkata kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Berilah aku wasiat!”.

قال: « لا تغضب » ، فردد مراراً قال : « لا تغضب »

Nabi bersabda : “Jangan marah”. Orang itu mengulang-ulang permintaan wasiatnya, dan beliau tetap berkata: “Jangan marah”. (HR. Bukhari).

Hadits ini melatih kemampuan mengendalikan diri dan jiwa. ‏

9. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :

«لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه مايحب لنفسه»

‘'Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini melatih kemampuan berlapang dada.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Karakter dapat diartikan sebagai usaha-usaha terus menerus seorang individu mengelompok dengan berbagai cara untuk mengukir, mengembangkan, atau melembagakan sifat kebajikan pada dirinya sendiri atau pada orang lain.

Dalam keluarga yang berperan penting dalam proses pembentukan karakter pada anak adalah orang tua dan yang paling dominan adalah ayah atau kepala keluarga yang berkewajiban mempin dalam suatu keluarga. Dalam kehidupan keluarga kita harus membiasakan menerapkan nilai-nilai kebiaasaan-kebiasaan positif yang pada akhirnya akan diteruskan oleh si anak pada lingkungan sosial yang lebih besar, yakni di sekolah dan masyarakat. Dalam keluarga kita dapat menanamkan sikap jujur dan terbuka pada anak, memberi kesempatan anak berpendapat dalam menentukansebuah pilihan, mengajak anak berunding, dan mengajak anak untuk ikut berbagi peran dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Lingkungan adalah salah satu tempat yang menentukan proses pembentukan karakter diri seseorang. Lingkungan yang positif bisa membentuk diri seseorang menjadi pribadi berkarakter positif, sebaliknya lingkungan yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk pribadi yang negatif pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter-karakter individu yang ada di dalamnya.

Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia juga membimbing mereka dalam membangun sebuah masyarakat. Tatanan masyarakat yang dikehendaki Al-Qur’an adalah masyarakat yang adil, berdasarkan etika dan dapat bertahan di muka bumi, dan model masyarakat seperti itu hanya mungkin terwujud jika memiliki ideologi.

B. Kritik dan Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah saya harapkan terutama dari Bapak Dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dan dimasa yang akan mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon