Asal Mula Minangkabau

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Melihat dari kondisi sekarang ini yang semakin parah dan mulainya pudarnya pemahaman budaya dan adat Minangkabau, penulis merasa prihatin. Kita tak bisa lagi mungkir atau mengelak dari realitas yang ada, sebuah kenyataan betapa orang muda Minang hari ini telah mengalami suatu masa perubahan corak dan lagak gaya hidup. Saat ini, di mana terjadi pergeseran nilai secara besar-besaran, gaya hidup serba digital dan instan sangat cepat merasuki tatanan hidup masyarakat dunia tidak terkecuali masyarakat Sumatera Barat (Baca orang muda Minang). Sebuah kekuatan hebat telah menjelma, ketika televisi telah memainkan perannya hingga ke pelosok taratak, membuat mata orang muda Minang terkesima, maka paruh-paruh industri pun mencengkram dengan kuatnya. Sehingga sebuah contoh sederhana, betapa hal yang tidak mengherankan ketika model baju terbuka yang memperlihatkan bentuk dan keindahan tubuh menjadi pusat mode (trensenter), meski bertentangan dengan adat yang bersandikan syarak kitabullah, namun apa dikata, model dan gaya hidup yang disodorkan kotak ajaib yang bernama televisi ini seperti tuhan yang selalu dipuja-puja. Mengapa gaya hidup semakin penting hari ini, apakah gaya hidup itu berarti ekspresi yang mengandung muatan positif, ataukah sebuah bentuk eksploitasi baru?

Melihat pudarnya budaya dan adat Minangkabau diantara masyarakat Sumatera Barat (Baca orang muda Minang) itu sendiri, tentu perlu kita ketahui apa yang menyebabkan hal itu dapat terjadi. Adat tidak lagi dijadikan sebagai landasan kehidupan bermasyarakat. Wibawa ninik mamak sebagai pemangku adat sudah lama hilang, beliau tidak dapat lagi mangabek arek mamancang patuih, ka pai tampek batanyo ka pulang tampek babarito.

Dengan melihat berbagai kenyataan yang terjadi pada saat ini sehingga penulis mengangkat tema mengenai pergaulan dipandang dari segi budaya dan adat minangkabau. Apabila kenyataan ini tetap saja dipertahankan tanpa ada tindakan yang berarti dari pemimpin daerah dan pemangku adat, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa yang akan datang, kita akan menjumpai anak cucu kita yang tidak mengenal lagi budaya dan adat Minangkabau karena mereka tidak menemui lagi budaya dan adat nenek moyang mereka.

2. Tujuan

Makalah ini dibuat dengan berbagai tujuan. Agar generasi mudah penerus Bangsa khususnya Pemuda Ranah Minang bisa lebih menjada budaya sopan santun nenek moyang mereka.

Namun secara tidak langsung, penulis bermaksud mengajak pembaca dan pendengar untuk memahami isi makalah ini dan sekiranya dapat menjalankan beberapa amanat yang terkandung dalam makalah ini. Penulis berharap agar pembaca, pendengar, dan bahkan penulis sendiri untuk dapat melestarikan budaya dan adat Minangkabau yang terancam akan kepunahan oleh pengaruh budaya lain dan kurangnya kesadaran pada diri kita semua untuk menjaga milik kita sendiri, hasil dari pemikiran pendahulu kita, dan bahkan merupakan identitas kita semua sebagai masyarakat Minangkabau. Jika kita melupakan hal ini maka secara tidak langsung kita telah melupakan dari mana kita berasal dan melupakan pendahulu kita.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Mula Minangkabau

Sebelum kita mengetahui tentang bagaimana Minangkabau(Sumatera Barat), alangkah baiknya kita terlebih dahulu mengenal asal terbentuknya Minangkabau, kampuang nan jauah di mato, gunuang sansai bakuliliang.

Minangkabau adalah suatu lingkungan adat yang terletak dalam daerah geografis administratif Sumatera Baratdan juga mencangkau sebagian barat daerah geografis administratif propinsi Riau, dan ke sebagian barat daerah administratif propinsi Jambi. Pada mulanya, yang masuk wilayah sosial kultural Minangkabau hanyalah tiga luhak (sekarang jadi daerah tingkat II) yaitu Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, dan Luhak Lima Puluh Kota yang disebut Minangkabau asli. Akan tetapi dalam perkembangannya wilayah Minangkabau meluas sampai ke luar tiga luhak tersebut yang disebut Daerah Rantau. Rantau luhak Agam meliputi pesisir barat sejak Pariaman sampai Air Bangis, Lubuk Sikaping, dan Pasaman; Rantau luhak Lima Puluh Kota neliputi Bangkinang, Lembar Kampar Kiri dan Kampar Kanan dan Roka; rantau luhak Tanah Datar meliputi Kubung Tiga Belas, pesisir barat dari Padang sampai Indra Pura, Kerinci dan Muara Labuh. Wilayah Minangkabau asli ditambah Daerah Rantau itulah yang secara geografis meliputi seluruh wilayah propinsi Sumatera Barat dan sebagian wilayah propinsi Riau dan Jambi.

Nenek moyang suku bangsa Minangkabau berasal dari percampuran antara bangsa Melayu Tua yang telah datang pada zaman Neolitikum dengan bangsa Melayu Muda yang menyusul kemudian pada zaman Perunggu. Kedua bangsa ini adalah serumpun dengan bangsa Astronesia. Kelompok pengembara Astronesia yang meninggalkan kampung halamannya dibagian Hindia,menuju ke selatan mencari daerah baru untuk kehidupan mereka. Dalam rangka pencarian tanah baru itu, setelah mereka mendarat di pantai timur Sumatera, bergerak ke arah pedalaman pulau Sumatera sampai ke sekitar gunung Merapi. Karena di sana mereka telah mendapatkan tanah subur di lereng gunung Merapi, mereka menetap dan membangun negeri pertama yaitu Pariangan Padang Panjang. Setelah kemudian mereka berkembang, maka berdirilah negeri-negeri di selingkungan gunung Merapi dan sealiran Batang Bengkaweh.

Nama Minangkabau berasal dari kata manang kabau yang menurut Tambo, ucapan itu muncul setelah kerbau milik kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Bundo Kanduang dapat memenangkan pertarungan melawan kerbau miliki musuh yang datang menyerang.

Menurut A.A Nafis cerita yang dikisahkan Tambo itu sangat dipercayai oleh orang Minangkabau sebagai peristiwa sejarah. Akan tetapi para penulis yang bukan orang Minangkabau pada umumnya tidak menerima asal nama Minangkabau seperti yang dikisahkan Tambo itu. Mereka umumnya lebih suka mencari sumbernya dari bahasa-bahasa yang hidup di India. Van de Tuuk umpamanya, mengatakan asal kata Minangkabau dari Phinang khabu yang artinya tanah asal. Muhammad Hussein Nainar mengatakan asal katanya menon khabu yang artinya tanah mulia. Dikemukakan juga bahwa kata itu berasal bahasa Srilangka “mau angka bahu” yang artinya memerintah.

B. Masuknya Islam

Menurut para ahli, Islam masuk dan berkembang di Minangkabau melalui tiga tahap :
  1. Melalui para saudagar Islam yang berkunjung ke Minangkabau dan menyiarkannya secara diam-diam dan tak terencana. Diperkirakan para pedagang Persia, Arab, dan Gujarat telah banyak mendatangi Minangkabau abad ke VII atau awal abad ke VIII M.
  2. Melalui pengaruh dan kekuasaan Aceh di pesisir barat Minangkabau yang menyiarkan agama agak terencana. Aceh adalah satu bagian pulau Sumatera yang lebih dulu masuk Islam. Abad ke XV M, seluluruh pesisir barat Minangkabau telah berada di bawah pengaruh politik dan ekonomi Aceh. Pada masa itulah terjadi pengislaman secara besar-besaran dan terencana terhadap Minangkabau dimulai dari daerah pantai terus masuk ke pedalaman. Karan daerah pedalaman terletak pada daerah yang lebih tinggi, maka dalam pepatah adat dikatakan “syarak mandaki, adat manurun”. Maksudnya, agama menyebar dari daerah pesisir ke pedalaman, sedangkan adat dari daerah pedalama ke daerah pesisir.
  3. Melalui penguasa Minangkabau sendiri yang menyiarkannya secara teratur dan terencana. Hal ini terjadi setelah raja Anggawarman Mahadewa memeluk Islam dan menganti namanya denga Sultan Alif dan dengan demikian secara resmi Islam telah masuk Istana Pagaruyuang. Dengan berkuasanya Islam di istana raja, besar sekali penegaruhnya terhadap perkembangan Islam di Minangkabau dan diperkirakan pada abad ke XV M seluruh rakyat Minangkabau resmi memeluk Islam.
C. Penyimpangan Perilaku Masyarakat Minangkabau

Beberapa waktu belakangan ini, banyak perilaku menyimpang yang ditunjukkan masyarakat Minangkabau pada umumnya dan remaja Minangkabau pada khususnya, antara lain :
  • Perempuan menjadi pelacur dan anak-anak menjadi terlantar atau anak jalanan. Data terakhir pelacur yang di rehabilitasi di Panti Sosial Andam Dewi Solok 90% diantaranya adalah perempuan Minangkabau.
  • Anak jalanan yang kian hari kian bertambah, diberbagai tempat umum di kota-kota Sumatra Barat, kemanakah perginya falsafah “anak dipangku kemenakan dibimbing?” Apalagi yang menjadi anak jalanan tersebut anak perempuan, yang pada merekalah keberlangsungan sistem matrilineal ini digantungkan.
  • Lebih lanjut model berpakaian anak-anak remaja Minangkabau yang secara normatif jauh dari budaya dan adat Minangkabau. Dimana-mana kita dapat melihat anak perempuan berpakaian ketat dan terbuka, tidak hanya di tempat hiburan tetapi juga di tempat umum dan kampus-kampus. Kondisi ini mencerminkan longgarnya kontrol keluarga dan sosial. Dan tidak suatu Iembaga atau organisasi wanita yang mampu menjaring (merazia pakaian bikini/ketat ini) kalau ada hanya sebatas wacana. Lalu dimanakah letaknya Adat Basandi Syara’-Syarak Basandi Kitabullah? Bahwa perempuan Minangkabau itu ka unduang-unduang ka Madinah ka payuang panji ka sarugo. Demikian juga halnya dengan pakaian jilbab, jilbab atau pakaian atau pakaian muslimah akhirnya tidak lebih sekedar mode yang membentuk pasar potensial baru, sebab itu dibarengi dengan baju yang ketat dan celana yang sempit hingga menampakkan pusar. Kemana perginya lembaga dan organisasi kewanitaan masyarakat Minangkabau? Tidakkah hal ini termasuk dalam program pemberdayaan perempuan?.
  • Satu hal lagi realitas perempuan Minangkabau saat ini adalah meningkatnya tindak kekerasan dan perkosaan terhadap anak perempuan. Bahkan disinyalir tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatra Barat tahun 2005 menduduki peringkat tertinggi di Indonesia. Baik pencabulan, pelecehan seksual, penganiayaan dan perkosaan, umumnya anak berusia 4-12 tahun (di bawah umur). Yang lebih memprihatinkan lagi umumnya pelaku adalah orang yang dekat dengan korban. Jika dilihat lebih lanjut umumnya terjadi pada lingkungan terdekat seperti di rumah, tempat bermain, sekolah bahkan tempat mengaji.
  • Peran politik perempuan Minangkabau saat ini juga masih relatif jauh dari apa yang diamanatkan di dalam adat, yaitu bahwa perempuan adalah pemimpin yang cerdik pandai. Di dalam keluarga masih relatif banyak perempuan Minangkabau yang belum berperan secara politis, apakah sebagai tempat bertanya, pemberi solusi, pengambil keputusan dan lain-lain. Secara lebih khusus peran politik perempuan Minangkabau dalam pemerintahan masih relatif rendah. Kedudukan perempuan yang kuat secara politis sebagai pengambil keputusan tidak relevan dengan kenyataan dalam kehidupan politik di nagari saat ini. Sejauh ini perempuan lebih banyak terlibat dalam kegiatan sosial di nagari. Sementara dalam musyawarah dan pengambilan keputusan yang berkait dengan kehidupan lainnya seperti tanah ulayat, pembangunan, sering kali diputuskan dalam rapat adat yang hanya diikuti oleh laki-laki.
  • Perempuan Minangkabau sebagian besar tidak lagi berada pada posisi yang ideal menurut adat. Hampir seluruh modal sosial, budaya dan modal ekonominya relatif tidak lagi memberi manfaat bagi keberlangsungan kehidupan dan kualitas peran Minangkabau menghadapi berbagai persoalan yang khas karena sistem matrilinealnya. Meskipun data menunjukkan bahwa siswa dan mahasiswa yang berprestasi di Sumatra Barat pada umumnya adalah perempuan, aset yang sangat potensial ini belum mendapat ruang yang cukup untuk memberi manfaat bagi perbaikan kehidupan perempuan Minangkabau dalam pembangunan.
  • Banyaknya masyarak Minangkabau terutma para remaja yang tidak lagi mengenal adat, sopan santun, dan tata krama dalam adat Minangkabau. Dari data tersebut, tentu kita dapat melihat “bobroknya” budaya dan adat Minangkabau saat ini. Dalam kasus ini dapat disimpulkan sebagai penyebabnya, antara lain :
    1. Kurangnya figur yang dapat diangkat menjadi pemangku adat, hal tersebut dikarenakan terbukanya kesempatan merantau sehingga pemuda-pemuda Minangkabau pada tumpah ruah ke rantau orang. Jadi tidak banyak pilihan yang dapat dilakukan untuk memilih calon pemangku adat atau calon penghulu. Namun lain lagi halnya apabila pemuda-pemuda kembali ke kampung halam untuk memajukan kampung halaman.
    2. Tidak adanya persiapan atau pengkaderan terhadap calon-calon pemangku adat atau penghulu tidak mempunyai persiapan yang cukup, malah ada yang tidak punya sama sekali persiapan ilmu pengetahuan tentang adat serta kesiapan pribadi sebagai “figure” seorang pemimpin yang siap menjadi teladan dalam masyarakat.
    3. Pesatnya kemajuan bidang teknologi, sehingga jarak kota besar dengan daerah sudah sangat dekat, apa saja yang terjadi di belahan dunia lain dapat disaksikan pada detik yang sama dari pelosok-pelosok di ranah Minang. Hal itu sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan bermasyarakat di ranah Minang.
    4. Pergeseran nilai budaya Minangkabau menjadi nilai budaya yang “kebarat-baratan’ yang men”Tuhan”kan kebebasan. Tapi kebebasan yang bagaimana? Yaitu kebebasan yang bebas tanpa batas. Baru-baru ini peristiwa yang menghebohkan di Padang, Sumatera Barat. Rencananya akan diadakan suatu lemba yang mengusung seberani apa wanita muda Minangkabau untuk menggunakan celana sependek mungkin di tempat umum. Untung saja renca ini segera “terendus” oleh Dinas Kota Padang dan MUI Padang sehingga hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini tidak terjadi.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Semakin parahnya kondisi pergaulan masyarakat Minangkabau (baca orang muda Minang) sangat membahayakan posisi budaya dan adat Minangkabau. Maka mungkin saja Dengan meminjam pemikiran dari Samuel P. Huntington,”masa depan politik dunia akan didominasi oleh konflik antar bangsa dengan peradaban yang berbeda. Sumber konflik dunia di masa datang tidak lagi berupa ideologi atau ekonomi, akan tetapi budaya. Konflik tersebut pada gilirannya menjadi gejala terkuat yang menggantikan polarisasi ideologi dunia ke dalam komunisme dan kapitalisme, bersamaan dengan runtuhna politik mayoritas negara-negara Eropa Timur”. Dari pemikiran beliau tersebut terlihat jelas bahwa budaya-budaya di dunia akan saling berbenturan. Apabila budaya dan adat Minangkabau tidak diperkuat “anak daerah”nya sendiri, maka dapat dipastikan bahwa budaya dan adat minangkabau akan terlindas oleh pengaruh budaya Barat yang memamerkan kecanggihan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi.

Apalagi budaya dan adat Minangkabau yang “berdampingan” dengan Islam. Masih meminjam pemikiran dari Samuel P. Huntington,”Dunia masa datang bukan di antara kedelapan peradaba tersebut (Barat, Kontisius, Jepang Islam, Hindu, Slavik, Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika), tetapi antara Barat dan peradaban lainnya. Sedangkan potensi konflik paling besar yang akan terjadi adalah antara Barat dan koalisi Islam-Konfusius”. Secara tidak langsung, budaya dan adat Minangkabau yang “berdampingan” dengan Islam akan terkena imbas dari invasi ekonomi, politik, dan budaya Barat terhadap Islam. Dampaknya akan terjadi “kematian budaya” Minangkabau.

Dari uraian di atas terlihat nyata bahwa perlu suatu tindakan yang nyata dan membangun guna mengembalikan budaya dan adat Minangkabau agar anak cucu kita dapat menikmati sejarah dan budaya Minangkabau yang indah ini. Untuk itu perlunya pasrtisipasi pemerintah daerah dan pemuda-pemuda Minang guna memelihara adat dan budaya Minangkabau baik dengan kegiatan secara langsung ataupun secara tidak langsung.

2. Saran

Terimakasih atas pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk mencapai suatu hal sempurna adalah hal yang tidak mungkin karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Namun kita hanya dapat membuat sesuatu yang mendekati sempurna. Untuk itu perlu saran dari pembaca guna memperbaiki makalah ini guna mencapai suatu makalah yang mendekati sempurna.

Dan bagi pembaca baik yang berdomisili di Sumatera Barat, baik yang memiliki garis keturunan langsung,tidak memiliki garisi langsung dari Minangkabau, maupun msyarakat yang peduli dengan budaya dan adat Minangkabau agar dapat melakukan sesuatu yang berguna untuk mencegah terjadinya kepunahan budaya dan adat Minangkabau demi anak cucu kita kelak.

DAFTAR PUSTAKA
  • Dt. Bagindo, Azmi. Adat Budaya Minangkabau. http://palantaminang.wordpress.com. 14 Februari 2008
  • Hadinata, Kurnia. Lifstyle Orang Muda Saat Ini. http://rangminang.wordpress.com. 22 Agustus 2007
  • Hutington, Samuel P. 2003. The Clash of Civilizations and The Remaking of World Order yang diterjemahkan Benturan Antara Peradaban Masa Depan Politik Duna. Yogyakarta: CV. Qalam
  • Ilyas, Yunahar. Sosial Budaya Minangkabau. http://minangkabaunews.blogspot.com. 13 Januari 2008
  • Purnawati, Linda. Perempuan Minangkabau. http://palantaminang.wordpress.com. 5 Juni 2008 
  • Redaksi. .Kedaulatan Rakyat. 22 Juli 2008. Hal 13
  • Sikumbang, Is. Sejarah Alam Minangkabau. http://palantaminang.wordpress.com. 22 Juli 2008

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »


EmoticonEmoticon